PERDARAHAN
POST PARTUM
BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara
tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena
semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio
cesarea ) selalu
disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat
terjadi sebelum, selama
ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama
infeksi dan gestosis
merupakan tiga besar penyebab utama langsung dari kematian
maternal.
(1,2)
Kematian maternal
adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam
42 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,
terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab
kematian ini dapat
dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti
penyakit jantung,
kanker, dan lain sebagainya.
(1)
Suatu perdarahan
dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi
500 cc pada persalinan
pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.
Perlu diingat bahwa
perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya
hanyalah setengah dari
perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio
cesarea
menyebabkan perdarahan
yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan
mengurangi efek
vasokonstriksi dari pembuluh darah.
(2,3)
Untuk selanjutnya
penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan
pasca persalinan pada
persalinan perabdominal2
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Perdarahan pasca
persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah
500 cc atau lebih yang
terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau
sesudah lahirnya plasenta.
(3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15)
Definisi lain
menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah
perdarahan 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
(2)
Menurut waktu
terjadinya dibagi atas dua bagian :
(4,6,7,8,9,15)
a. Perdarahan
postpartum primer (early postpartum hemorrhage)
yang terjadi dalam 24
jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan
postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
yang terjadi antara 24
jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
B. EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
(7,8)
Angka kejadian
perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam
yaitu 5-8 %. Perdarahan
postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan
yang berlebihan pada
kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk
menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2. Peningkatan angka
kematian di Negara berkembang
(9)
Di negara kurang
berkembang merupakan penyebab utama dari
kematian maternal
hal ini disebabkan kurangnya tenaga
kesehatan yang
memadai, kurangnya
layanan transfusi, kurangnya layanan operasi. 3
C. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial
yang dapat menyebabkan hemorrhage
postpartum,
faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah
atonia uteri, perlukaan
jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan
pembekuan darah.
(4,5,7)
1. Tone Dimished :
Atonia uteri
Atonia uteri adalah
suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah
janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum
secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama
yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak
dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar
dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya
kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri
merupakan penyebab
utama perdarahan
postpartum.
Disamping menyebabkan
kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak
bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai
akibat nekrosis pada
hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi
bagian tersebut dengan
gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya
berat badan sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat-alat
genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak,
penurunan metabolisme
dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi
laktasi.4
Beberapa hal yang dapat
mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
(7,8,10,11,12)
Manipulasi uterus
yang berlebihan,
General anestesi (pada
persalinan dengan operasi ),
Uterus yang teregang
berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia (
berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat
waktu,
Portus lama
Grande multipara (
fibrosis otot-otot uterus ),
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus (
chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
Plasenta previa,
Solutio plasenta,
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan
variasinya.
Apabila plasenta belum
lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan
karena : plasenta
belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan.
Jika plasenta belum
lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka
akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- kontraksi uterus
kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )5
- Plasenta melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai
miometrium – sampai dibawah
peritoneum
( plasenta akreta –
perkreta )
Plasenta yang sudah
lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
Sisa plasenta yang
tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi
adanya masa uterus yang echogenic mendukung
diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika
perdarahan
beberapa jam setelah
persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe.
Apabila didapatkan
cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan
curettage.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus
hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan
lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus
jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande
multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan
persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering
terjadi akibat jaringan
parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai
uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya
terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar,
terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau
begitu laserasi bisa
terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh 6
darah dibawah mukosa
vagina dan vulva akan menyebabkan hematom,
perdarahan akan
tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak
akan terdeteksi selama
beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
artery atau vena yang
besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan
persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan
perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus
terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi
uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi.
Ketika laserasi cervix
atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan
maka repair adalah
solusi terbaik.
Pada inversion uteri
bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah
dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar.
Inversio uteri dapat
dibagi :
- Fundus uteri menonjol
kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari
ruang tersebut.
- Korpus uteri yang
terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina
semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
Tindakan yang dapat
menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak
berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan
syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan
pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri
atau dalam vagina.
Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat 7
dengan angka kematian
tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat
mungkin
memberi harapan yang
terbaik untuk keselamatan penderita.
4. Thrombin : Kelainan
pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan
pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan
pembekuan darah bisa berupa :
Hipofibrinogenemia,
Trombocitopeni,
Idiopathic
thrombocytopenic purpura,
HELLP syndrome (
hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count ),
Disseminated
Intravaskuler Coagulation,
Dilutional coagulopathy
bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor
biasanya tidak fresh sehingga komponen
fibrin dan trombosit
sudah rusak.
D. FAKTOR RESIKO
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan
sebelumnya
merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum
sehingga segala upaya
harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan
penyebabnya. Beberapa
faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat
menyebabkan terjadinya
hemorraghe postpartum :
(8,9,11)
1. Grande multipara
2. Perpanjangan
persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium
sulfat
6. Perpanjangan
pemberian oxytocin
E. DIAGNOSIS8
Hemorraghe postpartum
digunakan untuk persalinan dengan umur
kehamilan lebih dari 20
minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20
minggu disebut sebagai
aborsi spontan.
(9)
Beberapa gejala yang
bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :
1. Perdarahan yang
tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan
darah
3. Peningkatan detak
jantung
4. Penurunan hitung sel
darah merah ( hematocrit )
5. Pembengkakan dan
nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar
perineum
Perdarahan hanyalah
gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai
penyebabnya.
(6)
Perdarahan
postpartum dapat berupa perdarahan yang
hebat dan
menakutkan sehingga
dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa
perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi
terus menerus sehingga
akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas
ataupun jatuh kedalam
syok.
(4)
Pada perdarahan
melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan
napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi
syok.
Pada perdarahan sebelum
plasenta lahir biasanya disebabkan retensio
plasenta atau laserasi
jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan
akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang
terjadi setelah
plasenta lahir perlu
dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau
trauma jalan lahir.
Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek
dan membesar jika ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan
eksplorasi untuk mengetahui
adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah
sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum
(4)9
1. Palpasi uterus :
bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta
dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi
kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan
ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta
succenturiata
4. Inspekulo : untuk
melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan
laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain-lain.
F. PENCEGAHAN DAN
MANAJEMEN
1. Pencegahan
Perdarahan Postpartum
Perawatan masa
kehamilan
Mencegah atau
sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai
sejak ibu hamil dengan
melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam
kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi
atau riwayat perdarahan postpartum sangat
dianjurkan untuk
bersalin di rumah sakit.
(4)
Persiapan persalinan
(7)
Di rumah sakit
diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan
bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank
darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang
yang besar untuk
persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien
dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi.10
Sangat dianjurkan pada
pasien dengan resiko perdarahan postpartum
untuk menabung darahnya
sendiri dan digunakan saat persalinan.
Persalinan
(7)
Setelah bayi lahir,
lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi
dengan baik. Massae
yang berlebihan atau terlalu keras terhadap
uterus sebelum, selama
ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa
mengganggu kontraksi
normal myometrium dan bahkan mempercepat
kontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan
memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
Kala tiga dan Kala
empat
(7,13,14)
Uterotonica dapat
diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Study
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan
postpartum pada pasien
yang mendapat oxytocin setelah bahu
depan dilahirkan, tidak
didapatkan peningkatan insiden
terjadinya retensio
plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati
pada pasien dengan
kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada
USG untuk memastikan.
Pemberian oxytocin selama kala tiga
terbukti mengurangi
volume darah yang hilang dan kejadian
perdarahan postpartum
sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta
akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi
lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan
tidak ada untungnya
justru dapat menyebabkan kerugian.
Pelepasan plasenta akan
terjadi ketika uterus mulai mengecil dan
mengeras, tampak aliran
darah yang keluar mendadak dari
vagina, uterus terlihat
menonjol ke abdomen, dan tali plasenta
terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta
dapat
dikeluarkan dengan cara
menarik tali pusat secra hati-hati. 11
Segera sesudah lahir
plasenta diperiksa apakah lengkap atau
tidak. Untuk “ manual
plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya manual
plasenta. Apabila sekarang didapatkan
perdarahan adalah tidak
ada alas an untuk menunggu pelepasan
plasenta secara spontan
dan manual plasenta harus dilakukan
tanpa ditunda lagi.
Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak
yang menganjurkan
dilakukan manual plasenta 30 menit setelah
bayi lahir. Apabila dalam
pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus
di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian
kecil dari sisa
plasenta.
Lakukan pemeriksaan
secara teliti untuk mencari adanya
perlukaan jalan lahir
yang dapat menyebabkan perdarahan
dengan penerangan yang
cukup. Luka trauma ataupun episiotomi
segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan
berkontraksi dengan
baik.
2. Manajemen Perdarahan
Postpartum
Tujuan utama
pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan
menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.
(11)
Terapi pada pasien
dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian
pokok :
(9)
a. Resusitasi dan
manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan
hemorraghe postpartum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan
volume sirkulasi darah ke organ – organ
penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital
pasien.
Pastikan dua kateler
intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan
pemberian cairan dan
darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan
cepat.12
Pemberian cairan :
berikan normal saline atau ringer lactate
Transfusi darah :
bisa berupa whole blood ataupun packed red
cell
Evaluasi pemberian cairan
dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi
cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin
dalam 1jam 30 cc atau
lebih)
b. Manajemen penyebab
hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab
hemorraghe postpartum :
Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus
uterus dengan meletakkan satu
tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk
mengeluarkan bekuan
darah di uterus dan vagina. Apabila
terus teraba lembek dan
tidak berkontraksi dengan baik perlu
dilakukan massase yang
lebih keras dan pemberian oxytocin.
Pengosongan kandung
kemih bisa mempermudah kontraksi
uterus dan memudahkan
tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres
bimanual apabila perdarahan masih
berlanjut, letakkan
satu tangan di belakang fundus uteri dan
tangan yang satunya
dimasukkan lewat jalan lahir dan
ditekankan pada fornix
anterior.
Pemberian uterotonica
jenis lain dianjurkan apabila setelah
pemberian oxytocin dan
kompresi bimanual gagal
menghentikan
perdarahan, pilihan berikutnya adalah
ergotamine.
Sisa plasenta
Apabila kontraksi
uterus jelek atau kembali lembek setelah
kompresi bimanual
ataupun massase dihentikan, bersamaan 13
pemberian uterotonica
lakukan eksplorasi. Beberapa ahli
menganjurkan eksplorasi
secepatnya, akan tetapi hal ini sulit
dilakukan tanpa general
anestesi kecuali pasien jatuh dalam
syok. Jangan hentikan
pemberian uterotonica selama dilakukan
eksplorasi. Setelah
eksplorasi lakukan massase dan kompresi
bimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotic
spectrum luas setelah tindakan ekslorasi
dan manual removal.
Apabila perdarahan
masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak
baik bisa
dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.
Pemasangan tamponade
uterrovaginal juga cukup berguna
untuk menghentikan
perdarahan selama persiapan operasi
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir
sebagai penyebab pedarahan apabila
uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus
berlanjut. Lakukan
eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir
dengan penerangan yang cukup. Lakukan
reparasi penjahitan
setelah diketahui sumber perdarahan,
pastikan penjahitan
dimulai diatas puncak luka dan berakhir
dibawah dasar luka.
Lakukan evaluasi perdarahan setelah
penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir
bagian bawah biasanya terjadi apabila
terjadi laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa,
penetalaksanaannya bisa
dilakukan incise dan drainase.
Apabila hematom sangat
besar curigai sumber hematom karena
pecahnya arteri, cari
dan lakukan ligasi untuk menghentikan
perdarahan.
Gangguan pembekuan
darah14
Jika manual eksplorasi
telah menyingkirkan adanya rupture
uteri, sisa plasenta
dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi
uterus yang baik mak
kecurigaan penyebab perdarahan adalah
gangguan pembekuan
darah. Lanjutkan dengan pemberian
product darah pengganti
( trombosit,fibrinogen).
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan
vertical ataupun horizontal
(Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk
bersihkan darah bebas
untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus
dan jaringan sekitarnya untuk
mencari tempat rupture
uteri ataupun hematom. Reparasi
tergantung tebal
tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan
tidak ada perdarahan
dalam karena hanya akan
menyebabkan perdarahan
keluar lewat vagina.
Pemasangan drainase apabila perlu.
Apabila setelah
pembedahan ditemukan uterus intact dan
tidak ada perlukaan
ataupun rupture lakukan kompresi
bimanual disertai
pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan
efektif menghentikan
perdarahan yang berasal
dari uterus karena uteri ini
mensuplai 90% darah
yang mengalir ke uterus.
Tidak ada gangguan
aliran menstruasi dan
kesuburan.
Ligasi arteri ovarii15
Mudah dilakukan tapi
kurang sebanding dengan
hasil yang diberikan
Ligasi arteri iliaca
interna
Efektif mengurangi
perdarahan yany bersumber
dari semua traktus
genetalia dengan mengurangi
tekanan darah dan
circulasi darah sekitar pelvis.
Apabila tidak berhasil
menghentikan perdarahan,
pilihan berikutnya
adalah histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan
curative dalam menghentikan
perdarahan yang berasal
dari uterus. Total histerektomi
dianggap lebih baik
dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih
mudah dilakukan, hal ini disebabkan
subtotal histerektomi
tidak begitu efektif menghentikan
perdarahan apabila
berasal dari segmen bawah rahim,
servix,fornix vagina.
Referensi pemberian
uterotonica :
(8)
1. Pitocin
a. Onset in 3 to 5 minutes
b. Intramuscular :
10-20 units
c. Intravenous : 40
units/liter at 250 cc/hour
2. Ergotamine (
Methergine )
a. Dosing : 0.2 mg IM
or PO every 6-8 hour
b. Onset in 2 to 5
minutes
c. Kontraindikasi
Hypertensi16
Pregnancy Induced
hypertntion
hypersensitivity
3. Prostaglandin (
Hemabate )
a. Dosing : 0.25 mg
Intramuscular or intra – myometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15
minutes to maximum of 2 mg
4. Misoprostol 600 mcg
PO or PR17
BAB III
RINGKASAN
Perdarahan adalah salah
satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang
kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab
terbesar kematian
maternal.
Perdarahan pasca
persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah anak lahir.
Perdarahan dapat terjadi secar massif dan cepat, atau secara
perlahan – lahan tapi
secara terus menerus.
Perdarahan hanyalah
gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai
penyebabnya.18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kebidanan,
editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga
cetakan Kelima,Yayaan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999
2. Williams Obstretics
21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant
MD,Kenneth J,.,Md
Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,
Katherine
D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional (April
27,2001)
3. Gabbe : Obstretics –
Normal and Problem Pregnancies,4
th
ed.,Copyright © 2002
Churchil Livingstone,
Inc.
4. Prof.Dr.Rustam
Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr.
Delfi Lutan, SpOG
5. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer ,
Kuspuji Triyanti,
Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.