Rabu, 21 November 2012

PERDARAHAN POST PARTUM


PERDARAHAN POST PARTUM

BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal  (sectio
cesarea ) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat
terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama
infeksi dan gestosis merupakan tiga besar penyebab utama langsung dari kematian
maternal.
(1,2)
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam
42 hari sesudah berakhirnya  kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab
kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti
penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.
(1)
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi
500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.
Perlu diingat bahwa perdarahan  yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya
hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio  cesarea
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan
mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
(2,3)
Untuk selanjutnya penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan
pasca persalinan pada persalinan perabdominal2
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah
500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
(3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15)
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah  
perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
(2)
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
(4,6,7,8,9,15)
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)
yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
B. EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
(7,8)
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam
yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan
yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
(9)
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari
kematian maternal hal  ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang
memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi. 3
C. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage
postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum  adalah
atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan
pembekuan darah.
(4,5,7)
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya  bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab
utama perdarahan postpartum.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai
akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi
bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya
berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak,
penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi
laktasi.4
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
(7,8,10,11,12)
 Manipulasi uterus yang berlebihan,
 General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
 Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
 Kehamilan lewat waktu,
 Portus lama
 Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
 Anestesi yang dalam
 Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
 Plasenta previa,
 Solutio plasenta,
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan  retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya.
Plasenta  belum lepas dari dinding uterus karena :
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )5
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium  – sampai dibawah peritoneum  
( plasenta akreta – perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung
diagnosa retensio  sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan
beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe.
Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan
curettage.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering
terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva,  dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau
begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh 6
darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom,
perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak
akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan
perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi
uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi.
Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan
maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari
ruang tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan
pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri
atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat 7
dengan angka kematian tinggi ( 15  – 70 % ). Reposisi secepat mungkin
memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
 Hipofibrinogenemia,
 Trombocitopeni,
 Idiopathic thrombocytopenic purpura,
 HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count ),
 Disseminated Intravaskuler Coagulation,
 Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen
fibrin dan trombosit sudah rusak.
D. FAKTOR RESIKO
Riwayat  hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya
merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum
sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan
penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat
menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum :
(8,9,11)
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
E. DIAGNOSIS8
Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur
kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20
minggu disebut sebagai aborsi spontan.
(9)
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar
perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya.
(6)
Perdarahan postpartum  dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi
terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas
ataupun jatuh kedalam syok.
(4)
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi
syok.
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio
plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan
akan berhenti  setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah
plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau
trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek
dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan
eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum
(4)9
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain-lain.
F. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
 Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai
sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat
dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
(4)
 Persiapan persalinan
(7)
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang
yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien
dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.10
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum
untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
 Persalinan
(7)
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur  sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi
dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap
uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa
mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat
kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan
memicu terjadinya perdarahan postpartum.
 Kala tiga dan Kala empat
(7,13,14)
 Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan
postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu
depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden
terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati
pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada
USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga
terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian
perdarahan postpartum sebesar 40%.
 Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan
tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.
Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan
mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari
vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta
terlihat bergerak  keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. 11
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau
tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan
perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan
plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan
tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak
yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah
bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian
kecil dari sisa plasenta.
 Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya
perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan
dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi
segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan
berkontraksi dengan baik.
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.
(11)
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian
pokok :
(9)
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ
penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital
pasien.
Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.12
 Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
 Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red
cell
 Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin
dalam 1jam 30 cc atau lebih)
b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :
 Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu
tangan di fundus  uteri dan lakukan massase untuk
mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila
terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu
dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi
uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih
berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan
tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan
ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah
pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal
menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
ergotamine.
 Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah
kompresi bimanual ataupun massase dihentikan,  bersamaan 13
pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli
menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit
dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam
syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan
eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi
bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi
dan manual removal.
Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak
baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.
Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna
untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi 
 Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila
uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus
berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan
reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan,
pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir
dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah
penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila
terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,
penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.
Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena
pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan
perdarahan.
 Gangguan pembekuan darah14
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture
uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi
uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah
gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian
product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).
 Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal
(Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk
bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk
mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi
tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan
dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan
keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.
Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan
tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi
bimanual disertai pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri
 Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan
perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini
mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus.
Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan
kesuburan.
 Ligasi arteri ovarii15
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan
hasil yang diberikan
 Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber
dari semua traktus genetalia dengan mengurangi
tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis.
Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan,
pilihan berikutnya adalah histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan
perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi
dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan
subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan
perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,
servix,fornix vagina.
Referensi pemberian uterotonica :
(8)
1. Pitocin
a. Onset in 3 to 5 minutes
b. Intramuscular : 10-20 units
c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2. Ergotamine ( Methergine )
a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
b. Onset in 2 to 5 minutes
c. Kontraindikasi
 Hypertensi16
 Pregnancy Induced hypertntion
 hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate )
a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15 minutes to maximum of  2 mg
4. Misoprostol 600 mcg PO or PR17
BAB III
RINGKASAN
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab
terbesar kematian maternal.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secar massif dan cepat, atau secara
perlahan – lahan tapi secara terus menerus.
Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai penyebabnya.18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga
cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999
2. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant
MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,
Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional (April
27,2001)
3. Gabbe : Obstretics – Normal and Problem Pregnancies,4
th
ed.,Copyright © 2002
Churchil Livingstone, Inc.
4. Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr.
Delfi Lutan, SpOG
5. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer  ,
Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.