BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka, DM ditandai oleh hiperglikemia, arterosklerotik,
mikroangiopati dan neuropati (Sylvia A
Price. et al. 1995 : 1111)
Menurut Suzzane C. Smeltzer dalam
bukunya yang berjudul “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah” menyatakan bahwa :
Kurang
lebih 90–95 % penderita DM adalah type II Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
(NIDDM), yaitu DM yang tidak tergantung insulin. DM type II paling sering
terjadi pada penderita Diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat selama bertahun-tahun dan
progresif, maka awitan DM type II ini dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Untuk sebagian besar pasien +
75 % penyakit DM type II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja,
misalnya pada saat pasien menjalankan pemeriksaan lab yang rutin. Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah
dapat terjadi komplikasi Diabetes jangka
panjang misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer
mungkin sudah tejadi sebelum diagnosa ditegakkan.
|
TABEL 1.1
PROPORSI 10 BESAR PENYAKIT
DALAM
DI RUANG 10 A PERJAN RSHS BANDUNG
PERIODE BULAN MEI - JULI 2004
No Urut
|
Nama Penyakit |
Jumlah Penderita
|
Persentase |
1
|
CRF
|
33 orang
|
13.98 %
|
2
|
DHF
|
32 orang
|
13.55 %
|
3
|
NHML
|
26 orang
|
11.01 %
|
4
|
TB Paru
|
25 orang
|
10.59 %
|
5
|
ESRD
|
24 orang
|
10.16 %
|
6
|
Diabetes
Mellitus
|
23 orang
|
9.74 %
|
7
|
22 orang
|
9.32 %
|
|
8
|
Hematomesis
Melena
|
21 orang
|
8.89 %
|
9
|
PPOK
|
20 orang
|
8.47 %
|
10
|
Effusi
Pleura
|
10 orang
|
4.23 %
|
Jumlah |
236 orang
|
100 %
|
Sumber : Bagian
Rekam Medik Ruang 10 A Perjan RSHS Bandung
Dari data diatas dapat dilihat bahwa penyakit
Diabetes Mellitus menduduki peringkat keenam dari 10 penyakit terbesar di Ruang
10 A Periode Bulan Mei – Juli 2004 dengan jumlah persentase 9,74 %. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penyakit Diabetes Mellitus memiliki angka kejadian
yang cukup tinggi. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik maka tidak
menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak sistemik yang buruk terhadap sistem
tubuh yang lain, dimana salah satu komplikasi yang paling tidak diharapkan
adalah terjadinya gangren pada anggota tubuh akibat adanya luka yang tidak
segera dilakukan perawatan luka yang baik. Oleh karena itu diperlukan asuhan
keperawatan yang optimal dan profesional, dimana hal tersebut dilakukan secara
komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses
keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien DM merupakan salah satu upaya yang
penting dalam peningkatan usaha
promotif dan preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif dan juga menekankan pada keterlibatan klien dan keluarga untuk
dapat melaksanakan program pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
merasa tertarik untuk mencoba menerapkan kemampuan baik pengetahuan maupun
skill yang telah didapatkan selama pendidikan pada kasus Diabetes Mellitus,
dengan menuangkannya kedalam bentuk Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. T DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS
TYPE II + GANGREN a.r PEDIS DEXTRA DI RUANG 10A PERJAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN
SADIKIN BANDUNG”.
B. TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Mampu
melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan Gangguan
Sistem Endokrin Akibat Diabetes Melitus Tipe II + Gangren dengan menggunakan
metode proses keperawatan
2.
Tujuan Khusus
Penulisan
karya tulis ini bertujuan agar penulis dapat melakukan asuhan keperawatan
sesuai dengan pendekatan proses keperawatan, yaitu dapat :
a.
Melaksanakan pengkajian pada
klien dengan gangguan Sistem Endokrin terutama pada klien dengan Diabetes
Mellitus Type II + Gangren meliputi pengumpulan data dan analisa data
b.
Menegakkan diagnosa keperawatan
dan menentukan prioritas masalah berdasarkan analisa data
c.
Membuat rencana keperawatan
guna mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan, mencakup penentuan
tujuan waktu, rencana keperawatan serta rasional dari setiap perencanaan
tindakan
d.
Melaksanakan implementasi
keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
e.
Mengevaluasi keberhasilan
asuhan keperawatan yang diberikan
f.
Mendokumentasikan asuhan
keperawatan dengan pendekatan ilmiah
g.
Mengenali kesenjangan
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan cara membandingkan teori dengan
pelaksanaan di lapangan dan mencari alternatif pemecahan masalahnya
C. METODE PENULISAN DAN
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus dimana disusun berupa laporan
penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
- Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menanyakan
langsung tentang informasi yang diperlukan pada klien dan keluarganya serta
tenaga kesehatan yang lain.
- Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat
dan mengamati secara langsung perilaku dan kondisi klien sehubunga dengan
masalah kesehatan yang menimpanya
- Studi Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat
dari laporan status klien untuk dijadikan sebagai salah satu referensi dalam
melaksanakan asuhan keperawatan
- Studi Kepustakaan
Merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari
buku-buku sumber dan literature-literatur di perpustakaan yang berhubungan
dengan kasus
- Partisipasi aktif
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara berpartisipasi aktif ketika
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam
penyusunan karya tulis ini, penulis membaginya dalam empat Bab yang terdiri
dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan dan teknik pengumpulan data serta
sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Menguraikan konsep dasar tentang
penyakit Diabetes Mellitus dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus. Konsep dasar DM meliputi
pengertian, anatomi fisiologi pankreas, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, pentalaksanaan dan dampak terhadap sistem tubuh lain.
Konsep dasar asuhan keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
BAB III : TINJAUAN KASUS
DAN PEMBAHASAN
Mengemukakan proses keperawatan pada klien
Ny. T dengan gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Type II + Gangren
serta menjelaskan tentang pembahasan meliputi kesenjangan antara teori yang ada
dengan kasus yang ditemukan di lapangan.
BAB IV : KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi
dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan
sekelompk kelaianan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam
darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan
hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif
Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah
gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and
Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM)
merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk
heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari
insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal,
neurologis dan pembuluh darah.
|
2. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas
Pankreas
(Gambar 1.1) adalah suatu organ yang terbentang secara horizontal dari duodenum
sampai limpa, pada Vertebra I dan II di
belakang lambung, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah dan terletak
retroperitoneal dalam abdomen bagian atas dengan panjang sekitar 10 - 20 cm dan
lebar 2,5 - 5 cm, dengan berat
rata-rata 60 – 90 gram. Pankreas terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a.
Kepala Pankreas, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lengkungan duodenum yang
melingkarinya
b.
Badan Pankreas, merupakan
bagian utama dari organ ini yang terletak di belakang lambung dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
c.
Ekor pankreas, merupakan bagian
yang runcing terletak disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Gambar
1.1
Anatomi
kelenjar pankreas

Sumber: www.yahoo.com
Pankreas
terdiri atas 2 jenis jaringan utama (Gambar 1.2), yaitu :
a.
Asini, yang mensekresi getah
pencernaan ke dalam duodenum
b.
Pulau langerhans, yang tidak
mengeluarkan getahnya namun mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam
darah.
Pulau langerhans tersebar di seluruh pankreas dan mempunyai
berat 1 – 3 % dari total berat pankreas. Pada orang dewasa pulau-pulau
langerhans berjumlah 1 – 2 juta buah yang terdiri dari :
-
Sel-sel alfa (20-40 %) yang
mensekresi glukagon
-
Sel-sel beta (60-80 %) yang
mensekresi insulin
-
Sel-sel delta (5-15 %) yang
mensekresi somatostatin
-
Sel-sel F (1 %) yang mensekresi
peptida pancreas
Gambar 1.2
Anatomi sel-sel Pulau Langerhans

Sumber: Guyton, (1995:270)
Pankreas memiliki 2 fungsi penting yaitu :
a.
Fungsi eksokrin
Pankreas berfungsi untuk mensekresi enzim-enzim
pencernaan ketiga jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein
melalui saluran ke duodenum
b.
Fungsi Endokrin
Pankreas berfungsi untuk mengatur sistem endokrin
melalui mekanisme pengaturan gula darah.
Pankreas
menghasilkan 3 hormon (Insulin, Glukagon dan Somatostatin) dan satu enzim
polipeptida pankreas. Insulin dan glukagon mempunyai fungsi penting dalan
regulasi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin bersifat metabolik
yang dapat meningkatkan penyimpanan glukosa, asam amino dan asam lemak.
Glukagon bersifat katabolik yang dapat memobilisasi glukosa, asam lemak dan
asam amino dari simpanannya
kedalam aliran darah. Kelebihan insulin dapat menyebabkan hipoglikemi
yang dapat menyebabkan kejang dan koma. Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes
Melitus (DM), defisiensi glukagon menyebabkan Diabetes Melitus memburuk.
Glukagon
Glukagon
adalah suatu polipeptida rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino dengan
berat molekul 3485. Fungsi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa
darah dan peningkatan kadar asam amino darah. Karena kedekatan letaknya dengan
pankreas maka hati merupakan organ sasaran utama dari glukagon. Glukagon
bersifat glukogenilitik, glukoneogenetik, lipolitik dan ketogenik.(Guyton,
1996:1020)
Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 yang
dihasilkan oleh sel betha. Insulin mengandung dua rantai peptida (asam amino)
yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan terdiri dari 51 asam amino.
a.
Prinsip kerja insulin
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berkaitan
dengan protein reseptor didalam membran sel. Insulin mempunyai riwayat
mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme.
b.
Efek Metabolik Insulin
Fungsi utama dari insulin adalah memudahkan penyimpanan zat-zat
gizi. Berikut akan dibahas efek-efek insulin pada tiga jaringan utama yang
mengkhususkan diri untuk penyimpanan zat-zat gizi, yaitu: hati, otot, dan
lemak.
1)
Hati
Hati adalah organ pertama yang dicapai
insulin melalui aliran darah. Insulin bekerja pada hati melalui dua jalur utama
antara lain :
a)
Insulin membantu anabolisme
Pada fungsi ini insulin membantu sintesis
dan penyimpanan glikogen dan pada saat bersamaan mencegah pemecahannya, insulin
meningkatkan sintesis protein, trigliserida dan VLDL di hati, insulin juga
menghambat glukoneogenesis, dan membantu glikolisis.
b)
Insulin membantu katabolisme
Insulin bekerja untuk menekan peristiwa
katabolik pada fase post absorptive dengan menghambat glikogenolisis,
ketogenesis, dan glukoneogenesis di hati.
2)
Otot
Insulin membantu sintesis protein di otot
dengan meningkatkan transpor asam amino dan merangsang sintesis protein
ribosomal. Disamping itu, insulin juga membantu sintesis glikogen untuk
menggantikan cadangan glikogen yang telah dihabiskan oleh aktivitas otot,
meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel otot, menurunkan katabolisme
protein, menurunkan pelepasan asam amino glukoneogenik, meningkatkan ambilan
keton, dan meningkatkan ambilan kalium.
3)
Lemak
Insulin bekerja membantu penyimpanan
trigliserida dalam adiposity melalui sejumlah mekanisme yaitu: meningkatkan
masuknya glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan sintesis
gliserol fosfat, mengaktifkan lipoprotein lipase, menghambat lipase
peka-hormon, dan meningkatkan ambilan kalium.
c.
Pengaturan kerja insulin
Sekresi insulin diatur oleh :
1)
AMP siklik intrasel
Rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B
meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalsium intrasel. Pada
pelepasan epineprin, terjadi penurunan insulin disebabkan oleh karena epineprin
menghambat AMP siklik intrasel.
2)
Syaraf otonom
Cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulau Langerhans
dan nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf
simpatis ke pankras menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepineprin.
3)
Mekanisme umpan balik kadar
glukosa darah
Kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi
insulin dan selanjutnya insulin menyebabkan transpor glukosa kedalam sel
sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal
d.
Aktivitas insulin pada target
sel
Insulin yang telah disekresi oleh pankreas akan menuju
target sel. Pada target sel, insulin berikatan dengan reseptor protein spesifik
pada membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein. Jumlah atau
afinitas reseptor protein dipengaruhi oleh insulin dan hormon lain. Pemaparan
ke peningkatan jumlah insulin menurunkan konsentrasi reseptor dan pemaparan ke
penurunan insulin meningkatkan afinitas reseptor. Afinitas reseptor
ditingkatkan dalam insufisiensi adrenalin dan diturunkan oleh kelebihan
glukokortikoid
Somatostatin
Hormon somatostatin disekresi oleh sel-sel delta Pulau
Langerhans, dan merupakan senyawa polipeptida yang hanya terdiri dari 14 asam
amino yang mempunyai paruh waktu yang sangat singkat (hanya 2 menit lamanya).
Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang
timbulnya sekresi Somatostatin. Faktor-faktor ini adalah :
a.
Naiknya kadar glukosa darah
b.
Naiknya kadar asam amino
c.
Naiknya kadar asam lemak
d.
Naiknya konsentrasi beberapa
hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna sebagai respon
terhadap asupan makanan. Sebaliknya, somatostatin mempunyai efek penghambat
multipel berikut ini :
-
Somatostatin bekerja secara
lokal didalam pulau Langerhans sendiri guna menekan sekresi insulin dan
glukagon
-
Somatostatin memperlambat
gerakan lambung, duodenum dan kandung empedu
-
Somatostatin mengurangi sekresi
dan absorbsi dalam saluran cerna
3. Etiologi,
Berdasarkan kasus yang penulis bina yaitu DM type II, dimana
penyakit tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta
yang tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin untuk merangsang pengambilan/transport glukosa pada jaringan perifer
sehingga menghambat produksi glukosa oleh jaringan hati. Ketidakmampuan ini
terlihat dari kurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa, yang berarti sel Betha pankreas mengalami
desentiasi terhadap glukosa.
Adapun
salah satu etiologi diabetes melitus (DM) dikarenakan oleh faktor nutrisi yang
berlebihan pada seseorang yaitu obesitas. Kasus yang penulis bina merupakan
contoh salah satu penderita DM yang disebabkan oleh kegemukan (obesitas) dimana
faktor nutrisi yang berlebihan dianggap
dapat mengurangi jumlah reseptor di target sel, menyebabkan resistensi terhadap insulin
karena perubahan-perubahan pada post reseptor sehingga transport glukosa
berkurang dan menghalangi metabolisme glukosa intraseluler. Obesitas menimbulkan faktor-faktor yang
bertanggungjawab terhadap defek seluler berupa bertambahnya penimbunan lemak,
komposisi diet dan inaktifitas fisik..
Selain
itu factor stress neurologis juga dapat dimasukan sebagai factor presipitasi
naiknya kadar gula darah seseorang. Hal ini disebabkan bila seeorang mengalami
stress maka akan terjadi peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna
oleh kelenjar hipofisis anterior, disertai dengan peningkatan sekresi kortisol
dari korteks adrenal (Guyton, 1997 : 1211)
Kortisol
merupakan salah satu hormon yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi
insulin atau dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Efek
perangsangan dari hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah
satu jenis hormon ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan
sel-sel Betha Pulau Langerhans menjadi kelelahan dan akibatnya timbul Diabetes
(Guyton, 1997 : 1230)
4. Patofisiologi
Diabetes
Melitus Tipe II adalah suatu kondisi dimana sel-sel Betha pankreas relatif
tidak mampu mempertahankan sekresi dan
produksi insulin sehingga menyebabkan kekurangan insulin. Menurut Dona C Ignativius
dalam bukunya Medical Surgical menyatakan bahwa “Diabetes Melitus (DM)
diakibatkan oleh 2 faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut.” Obesitas atau
kegemukan merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan dengan
sebagian besar berbentuk lemak-lemak sehingga terjadi defisiensi hidrat arang.
Hal ini menimbulkan penumpukan lemak pada membran sel sehingga mengganggu
transport glukosa dan menimbulkan kerusakan atau defek selular yang kemudian
menghambat metabolisme glukosa intrasel. Gangguan-gangguan tersebut terjadi
pula pada post reseptor tempat insulin bekerja, jika gangguan ini terjadi pada
sel-sel pankreas maka akan terjadi hambatan atau penurunan kemampuan
menghasilkan insulin. Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang mempengaruhi
berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan
atau penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin. Penurunan produksi
insulin dan menurunnya sensitifitas insulin menyebabkan terjadinya NIDDM.
Pada Diabetes Melitus (DM) type II atau NIDDM, terdapat
kekurang pekaan dari sel beta dalam mekanisme perangsangan glukosa sedangkan
pada pasien yang obesitas dengan NIDDM terdapat penurunan jumlah reseptor
insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang obesitas mensekresi jumlah
insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena penurunan jumlah reseptor.
Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4
perubahan metabolik yang menyebabkan timbulnya hipergikemik,yaitu :
a.
Transport glukosa yang
melintasi membran sel-sel berkurang
b.
Glikogenesis berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c.
Glikolisis meningkat, sehingga
cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
d.
Glukoneogenesis meningkat dan
lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam darah dari hasil
pemecahan asam amino dan lemak.
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai
dengan 1200 mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan
oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan
merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga
mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus
untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus
menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat
pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria).
Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa
untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan
penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat
makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar
(Polipagi).
Pada
Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh
tubuh, dan perubahan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah
pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki,
kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
5. Manifestasi klinis
Pada
klien dengan DM sering ditemukan gejala-gejala :
a.
Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
b.
Kelainan ginekologis :
gatal-gatal sampai dengan keputihan
c.
Kesemutan dan baal-baal
d.
Lemah tubuh atau cepat lelah
e.
Trias gejala hyperglikemi
(poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB
Sedangkan
pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin sama
sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap
lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus
Tipe I/ IDDM
6. Komplikasi
Komplikasi
DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi
menahun.
a.
Komplikasi Metabolik Akut
1)
Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan
glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan
benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan
ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga
hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2)
Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan
mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl.
Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis
insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi,
gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang,
tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga
akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti
tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan
kesadaran dan koma.
b.
Komplikasi Vaskular Jangka
Panjang
1)
Mikroangiopaty merupakan lesi
spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty
diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer
(neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular yang
kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan
jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini
nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus
berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty
dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol
(glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol
dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2)
Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi
insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini
berupa :
a)
Penimbunan sorbitol dalam
intima vaskular
b)
Hiperlipoproteinemia
c)
Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat
menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten
dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan
aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan
diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara
keseluruhan.
7. Pentalaksanaan
Tujuan
jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka
panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara
menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara
holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan
Diabetes Melitus yaitu :
a.
Diet
Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak
(20-25 %) yang dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung
sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari,
jumlah kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi
garam dibatasi apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b.
Pengaturan Aktifitas Fisik
Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar
glukosa darah penderita DM. Latihan fisik membantu mempermudah transport
glukosa ke dalam sel. Agar penderita dalam melakukan pengaturan kadar glukosa
yang lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan
latihan fisik. Contohnya jika klien melakukan latihan fisik pada saat kadar
glukosa darahnya tinggi, mereka dapat menurunkan kadar glukosa tersebut dengan
latihan fisik itu sendiri, sebaliknya jika klien merasa perlu melakukan latihan
fisik pada saat glukosa darahnya rendah maka ia memerlukan tambahan karbohidrat
untuk mencegah hipoglikemi.
c.
Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan
melakukan latihan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih
belum turun, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemi
(oral/suntikan).
Obat Hiperglikemi oral (Sulfonilurea, Biguanid, inhibitor alfa glukosidase, insulin sensitizing agent)
Pasien-pasien
dengan sisa sel-sel pulau langerhans yang masih berfungsi yaitu mereka dengan
NIDDM merupakan sarana yang tepat untuk agen hipoglikemi oral seperti Sulfenil
urea. Obat-obat ini juga ternyata memperbaiki kerja perifer dari insulin,
sehigga berguna dalam penatalaksanaan pasien dengan NIDDM. Namun pada pasien
IDDM yang telah kehilangan fungsi sel-sel pulau Langerhansnya agen hipoglikemi
oral tidak efektif bagi mereka.
Indikasi penggunaan Insulin pada DM type II adalah :
-
DM dengan BB menurun
cepat/kurus
-
Ketoasidosis, asidosis laktat
dan koma hiperosmolar
-
DM yang mengalami stress berat
(infeksi sistemik, operasi berat dll)
-
DM dengan kehamilan/DM
gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
8. Dampak Diabetes Mellitus
Terhadap Perubahan Sistem Tubuh Berkaitan Dengan Kebutuhan Dasar Manusia
Defisiensi insulin mempengaruhi metabolisme
tubuh yang berdampak pada sistem tubuh yaitu :
a. Sistem pernapasan
Defisiensi insulin
menimbulkan peningkatan glikolisis di jaringan lemak serta ketogenesisi di
hati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase
di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan asam lemak di hati. Dalam
mitokondria hati, enzim kartinil asiltranferase I terangsang untuk mengubah
asam lemak bebas menjadi benda keton. Proses ketosis ini menghasilkan asam
betahidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis.
Efek kedua yang
biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis dari peningkatan langsung
asam-asam keton adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan oleh
efek-efek berikut : asam-asam keton mempunyai ambang ekskresi ginjal yang
rendah yaitu 100-200 gram. Asam-asam keton dapat dieksresikan berkaitan dengan
natrium yang berasal dari CES, sebagai akibatnya konsentrasi Na dalam CES
biasanya berkurang dan Na diganti oleh peningkatan jumlah ion H sehingga
meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan klien yang
cepat dan dalam (kussmaul).
b. Sistem pencernaan
Defisiensi insulin
dapat menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan sehingga
sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak :
1) Peningkatan penggunaan protein dan
glukogen oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan berat badan akibat dari
penurunan metabolisme sel.
2) Pembakaran lemak dan cadangan
protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sementara hati tidak mampu
menetralisir lemak sehingga proses ini menghasilkan benda-benda keton.
Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membran mukosa lambung dan diperberat
oleh peningkatan sekresi asam lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan
muntah. Selain itu iritasi lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk
mengsekresi serotinin, bradikinin dan histamin sehingga menimbulkan nyeri
lambung.
3) Penurunan transfer glukosa ke
dalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga
mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam
sel akan merangsang pusat makan di
bagian lateral hipothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (poliphagi).
4) Peningkatan kadar glukosa darah
menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak sistem saraf. Bila kerusakan
ini mengenai syaraf otonom akan menimbulkan diare/konstipasi dan gangguan dalam
persepsi terhadap lapar.
c. Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin
menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan lipoprotein (HDL dan
LDL). Hal ini menyebabkan peningkatan pembentukan kolesterol tubuh yang
berpengaruh pada proses terjadinya arterosklerosis dan mempercepat timbulnya
infark pada jantung karena berkurangnya suplay oksigen ke jantung dan akhirnya
pembuluh besar menjadi kollaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi
pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Akut Miokard Infark)
dan angina pektoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita DM dengan
neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak
merasakan gejala gangguan jantung secara dini.
Bila arterisklerosis
timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki
berupa ulkus atau gangren diabetik dan pada perabaan arteri teraba denyut yang
berkurang sampai menghilang. Selain itu komplikasi mikrovaskuler pun dapat
terjadi yaitu akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke
jaringan sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi di ekstra sel bersama
glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim aldose
reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya kekentalan
membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer
kekurangan suplay oksigen dan nurtrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan
produksi racun akibat metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya
kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar
jaringan maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan
neuropati, nefropati dan retinopati.
d. Sistem perkemihan
Kekurangan pemasukan
glukosa dalam sel menyebabkan peningkatan
volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatan osmolaritas sel yang akan
merangsang hipothalamus untuk mensekresikan ADH dan merangsang pusat haus di
bagian lateral. Pada fase ini klien akan mengalami Polidipsi dan penurunan
produksi urin. Peningkatan rasa haus akan menyebabkan peningkatan masukan
cairan dan peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga
volume cairan ekstrasel bertambah. Bila ini terjadi maka volume cairan intra
seluler menurun dan merangsang reseptor di hipothalamus untuk menekan sekresi
ADH sehingga terjadi diuresis osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah
yang melebihi ambang ginjal.
Diuresis osmosis akan
mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk
berkemih (Poliuri) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi
vasokontriksi akibat penurunan suhu sehingga timbul nokturi. Selain itu
gangguan sistem perkemihan dapat pula terjadi akibat kerusakan ginjal
(nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.
e. Sistem reproduksi
Defisiensi insulin
dapat menyebabkan terjadinya impotensi pada pria dan penurunan libido pada
wanita. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus
protein akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat
keluhan keputihan
f. Sistem muskuloskeletal
Defisiensi insulin
menghambat transfer glukosa ke sel-sel
dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi
peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke
jaringan, yang akan mengakibatkan jaringan kurang mendapatkan suplay oksigen
dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme sehingga
energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak timbulnya kelemahan dan bila
dibiarkan akan mengakibatkan atropi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan
penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme
protein yang berguna untuk pertumbuhan sel-sel tubuh.
g. Sistem Integumen
Defisiensi insulin
dapat berdampak pada integritas kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati
diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati akan menyebabkan penurunan sensasi
sehingga pengontrolan terhadap trauma mekanis, thermis dan kimia menurun yang
akan memudahkan terkena luka yang mengancam keutuhan kulit. Teori lain yang
mendasari kerusakan kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga
menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan
:
1) Pertahanan jaringan setempat
menurun cepat pada kulit menyebabkan kulit mudah terinfeksi akibat keluarnya
leukosit.
2) Bila kelainan ini terjadi di
kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai
kerena kebocoran albumin jaringan sehingga mudah terinfeksi, luka sukar sembuh,
mudah selilitis dan gangren.
h. Sistem persyarafan
Defisiensi insulin
menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel termasuk sel-sel saraf sehingga
mengganggu proses metabolisme saraf. Akibatnya sel akan menggunakan cadangan
protein sehingga sel-sel kekurangan protein yang akan mempengaruhi hambatan
impuls pada akson, sehingga akson tidak dapat mengantarkan impuls dengan
sempurna. Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf dan polarisasi
membran akibat pambentukan ATP. Perubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap
fungsi dan konduksi saraf (neuropati). Bila menyerang saraf otonom dapat
menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati dan dapat mengakibatkan neuropati
perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung
ekstremitas bawah dan adanya rasa nyeri.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah suatu metode
pemberian asuhan keperawatan yang logis dan sistematis, dinamis dan teratur
yang memerlukan pendekatan, perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang
metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat
bio-psiko-sosio-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes RI, 1995:10)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
klien harus melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep
keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir
meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatn dan evaluasi
tindakan yang telah dilakukan.
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang
pasien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Sumber data diperoleh
dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat. Adapun cara pengumpulan data
yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem
endokrin akibat Diabetes Mellitus meliputi:
1)
Data Biografi
a)
Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus
Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji
untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan faktor
presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
b)
Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan klien.
2)
Riwayat Kesehatan
a)
Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)
Keluhan Utama Masuk Rumah
Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya
gejala-gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh
kelemahan dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya
keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar
belakang penderita datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan
dirasakan sampai klien datang ke rumah sakit.
(2)
Keluhan Utama Saat
Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang
dikembangkan dengan metode PQRST.
b)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi,
riwayat penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit), atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji
apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
c)
Riwayat Kesehatan Keluarga
(1)
Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau
infeksi seperti TBC Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang
mempunyai penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.
(2)
Riwayat Penyakit Keturunan
Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien yaitu DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan,
juga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, atau
penyakit endokrin lainnya.
3)
Pola Aktivitas
Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola
aktivitas klien kini di rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum),
eliminasi (BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak.
Dikaji kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak
porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan terutama
yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak
makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah
klien melanggar program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan
yang dipantang, apakah ada penurunan berat badan dalam periode beberapa
hari/minggu, kaji apakah ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu
juga dikaji apakah klien mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji
pula kebiasaan klien berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.
4)
Pemeriksaan Fisik
a)
Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat
komplikasi, akan sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena
menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan paru juga
menurun.
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita
mengalami ketoasidosis dan didapat pula nafas yang berbau aseton, dan bau
halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi
paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun
cukup tajam).
b)
Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi
perifer melemah terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya
aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)
atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi, edema
jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta
palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati
pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c)
Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah,
konstipasi, diare, perasaan penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat
badan yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi
abdomen.
d)
Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa
pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai
paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data
klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma bila klien
telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas
kejang.
e)
Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P
yaitu Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika
penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain.
Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja
hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid,
moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka
pengkajian difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias P,
penggunaan insulin, dan faktor hipoglikemik.
f)
Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih
(poliuria) dan terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan
berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan
tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk
jika infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu
dikaji juga adanya masalah impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada
wanita serta infeksi pada vagina.
g)
Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan
kekuatan otot, sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga
adanya keluhan kram pada otot.
h)
Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun,
apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka sulit sembuh dan malah
membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa
kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien
mengalami infeksi.
5)
Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi.
Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi
terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya
pengetahuan tentang prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan
hidup klien terhadap segala tindakan keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan
klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang maladaptif dalam
menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya, klien merasa
kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan
untuk menjalani kehidupannya.
6)
Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya
sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter,
tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana penerimaan orang-orang
sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan yang
diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak
terganggu, klien tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari
interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus,
gangren, dan gangguan penglihatan.
7)
Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien
terhadap penyakit dan kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut.
Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah
sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk
kesembuhannya.
8)
Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
-
Tes Toleransi Glukosa (TTG)
memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
-
Gula darah puasa normal (70-115
mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
-
Gula darah dua jam post
prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
-
Essei hemoglobin glikolisat
diatas rentang normal (normal: 5-6%)
-
Urinalisis positif terhadap
glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin meningkat.
-
Kolesterol dan trigliserida
serum dapat meningkat.
-
Elektrolit: mungkin normal,
meningkat atau bahkan menurun.
·
Natrium : mungkin normal,
meningkat atau menurun
·
Kalium : mungkin normal atau
terjadi peningkatan semu akibat
perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun
·
Fosfor : lebih sering menurun
-
Insulin darah: mungkin
menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada
tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya.
-
Hb Glikolisat : kadarnya
meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir.
-
Trombosit darah/Ht : mungkin
meningkat/dehidrasi atau normal, leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon
terhadap stress atau infeksi
9)
Program dan Rencana
Pengobatan
Pada umumnya ada lima
hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a)
Menjaga penderita DM tetap
sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit.
b)
Memberi kemampuan bagi
penderita DM untuk menjalankan hidup senormal mungkin.
c)
Mengusahakan dan memelihara
kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program diet, olah raga
teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM.
d)
Melakukan upaya-upaya untuk
menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis.
e)
Menyadarkan penderita bahwa
cara hidup penderita DM ditentukan oleh penyakitnya.
b.
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai
masalahnya untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
berupa masalah keperawatan yang pada akhirnya menjadi diagnosa keperawatan.
c.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu
pada masalah aktual dan potensial, yang dimaksud masalah aktual adalah masalah
yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial
adalah kemungkinan akan timbul kemudian.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan Diabetes Mellitus menurut Carpenitto, Doengoes, Sorensen dan
Brunner and Suddart antara lain:
1)
Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin,
intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
2)
Defisit volume cairan tubuh
berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya
intake cairan.
3)
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake
makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya
pengetahuan.
4)
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan
aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5)
Gangguan pemenuhan aktivitas
sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi.
6)
Resiko tinggi injuri
berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan
hipoglikemia.
7)
Gangguan rasa aman : cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan diabetes), kemampuan
mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru, keterbatasan
kognitif.
8)
Resiko terhadap
ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem
pendukung yang kurang adekuat.
2.
Perencanaan
Perencanaan atau rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis
yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan
terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara
optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang
saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan pasien.
Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan
keperawatan sebagai berikut:
1)
Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin,
intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan
optimal.
Kriteria evaluasi:
-
Nafsu makan meningkat ditandai
dengan porsi makan klien habis.
-
Pemasukan kalori atau nutrisi
adekuat sesuai program.
-
Berat badan mengarah ke normal
sesuai dengan tinggi badan.
-
Kadar glukosa darah dalam batas
normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
§Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual,
dan muntah.
§Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki.
§Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan sesuai dengan
indikasi
§Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas,
sakit kepala, pusing dan sempoyongan.
§ Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa dara, aseton, pH,
dan HCO3
§Berikan pengobatan insulin secara teratur.
§Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
|
§Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
§Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
§Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
§Meningkatkan rasa keterlibatan dan memberikan informasi kepada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
§Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan
berkurang) dan sementara insulin tetap diberikan maka hipoglikemia dapat
terjadi.
§Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan
therapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjdi kadar aseton dapat
menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
§Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
§Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi klien.
|
2)
Defisit volume cairan tubuh
berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya
intake cairan.
Tujuan:
Hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi:
-
Tanda-tanda vital stabil : TD
120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70-80 x/menit, Suhu 36,5-37.50C
-
Nadi perifer dapat diraba.
-
Turgor kulit dan pengisian
kapiler baik.
-
Intake dan output seimbang.
-
Kadar elektrolit dalam batas
normal
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
§Kaji pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau berbau
keton.
§Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas dan periode apneu serta muncul sianosis.
§Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, torgor kulit dan membran
mukosa.
§Pantau intake dan output
§Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan sudah dapat
diberikan.
§Tingkatkan lingkungan yang dapat memberikan rasa nyaman. Selimuti
klien dengan selimut tipis.
§Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
§Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.
§Pasang dan pertahankan kateter urin.
§Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Ht, BUN/kreatinin,
osmolalitas darah, natrium dan kalium.
|
§Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
§Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
Pernafasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto asetat
dan harus berkurang bila ketosis telah terkoreksi.
§Peningkatan kerja pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal serta
munculnya sianosis mungkin indikasi dari kelelahan pernafasan atau mungkin
klien kehilangan kemampuannya untuk mengkompensasi asidosis.
§Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
§Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari therapi yang diberikan.
§Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi dengan adekuat.
§Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien yang lebih
lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan
§Perubahan mental dapat berhubungan dengan hipoglikemi atau
hiperglikemi, elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral,
dan berkembangnya hipoksia.
§Tipe dan jumlah cairan tergantung dari derajat kekurangan cairan
dan respon klien secara individual.
§Memberikan pengukuran yang tepat dan akurat terhadap urin output.
§Mengkaji tingkat hidrasi.
|
3)
Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake
makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya
pengetahuan.
Tujuan:
Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi:
-
Kadar glukosa darah dalam
tingkat yang optimal.
-
Berat badan ideal dapat dicapai
dan dipertahankan.
-
Klien dapat menghabiskan porsi
makan yang disediakan.
-
Klien dapat memilih makanan
berdasarkan pada panduan penurunan kalori
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang faktor penyebab.
§Kaji psikososial pasien yang berhubungan dengan makan berlebih
§Jelaskan hubungan obesitas dengan diabetes.
§Konsultasikan dengan ahli gizi untuk program diet.
§Motivasi klien untuk mengkonsumsi cukup makanan yang mengandung
kompleks karbohidrat yang tinggi.
§Bantu memilih menu harian berdasarkan rencana rendah kalori dan
rendah lemak.
§Timbang berat badan setiap hari.
§Diskusikan kebutuhan diet dan tingkatkan latihan sesuai program
diet.
§Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai program diet dan
indikasi.
§ Kolaborasi pemeriksaan gula darah, pH, HCO3
|
§Pengertian dapat memotivasi untuk menghindari faktor penyebab.
§Psikologis dapat mempengaruhi perilaku makan yang berlebih.
§Obesitas dapat menyebabkan DM tipe II
§Untuk menetapkan dan menghitung diet sesuai dengan kebutuhan
klien.
§Dapat membantu dalam penurunan berat badan.
§Menghindari kebosanan akan menu pada diet yang telah ditentukan.
§Menunjukkan intake nutrisi yang adekuat.
§Latihan memudahkan ambilan glukosa sehingga menurunkan kadar gula
darah, memudahkan penurunan berat badan, dan menurunkan resiko
aterosklerosis.
§Memberikan rasa keterlibatan, memberikan informasi kepada keluarga
tentang kebutuhan nutrisi klien.
§Gula darah akan menurun secara perlahan-lahan pada insulin yang
terkontrol. Pemberian insulin dosis optimal menyebabkan glukosa masuk kedalam
sel yang digunakan untuk energi.
|
4)
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan
aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan:
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi:
-
Keadaan kulit tetap utuh pada
daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
·
Kulit yang mengalami lesi
kelihatan bersih dan memperlihatkan tanda-tanda penyembuhan.
·
Klien atau orang terdekat
memperlihatkan perawatan kulit yang tepat.
-
Dapat mempertahankan kesehatan
jaringan kulit seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
·
Tidak mengalami kerusakan kulit
·
Tidak terdapat daerah kemerahan
·
Mempertahankan sirkulasi
adekuat.
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular.
§Jaga kulit tetap bersih dan kering.
§Berikan perawatan kulit dengan salep atau krim.
§Pertahankan linen kering.
§Lakukan perawatan luka dengan larutan NaCl dan debridement sesuai
order.
§Berikan obat-obatan luka.
§Awasi dengan ketat terhadap tanda dan gejala infeksi.
§Berikan tindakan untuk memaksimalkan sirkulasi darah.
§Awasi hasil pemeriksaan laboratorium seperti albumin
|
§Menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan dekubitus/infeksi.
§Kulit kotor dan basah merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
mikroorganisme.
§Salep dan krim berfungsi untuk melembabkan kulit sehingga mencegah
terjadinya robekan kulit
§Menurunkan iritasi pada kulit dan resiko kerusakan kulit.
§Membersihkan luka sehingga mempercepat tumbuhnya jaringan baru.
§Membunuh mikroorganisme dan mempercepat penyembuhan luka.
§Deteksi dini sebagai upaya preventif dan menentukan intervensi
yang tepat.
§Sirkulasi adekuat penting untuk aktivitas sel.
§Sebagai indikator pertukaran nutrisi.
|
5)
Gangguan pemenuhan aktivitas
sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
-
Kelemahan klien berkurang
-
Mengungkapkan peningkatan
energi.
-
Menunjukkan perbaikan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal
perencanaan dengan klien dan identifikasi aktifitas yang menimbulkan
kelelahan.
§Berikan aktifitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
§Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas.
§Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
§Libatkan keluarga dalam pelaksanaan aktivitas klien.
|
§Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktifitas meskipun mungkin klien sangat lemah.
§Mencegah kelelahan yang berlebihan.
§Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditolerir secara
fisiologis.
§Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai
tingkat aktifitas yang dapat ditolelir klien
§Meningkatkan peran aktif keluarga dalam perawatan klien.
|
6)
Resiko tinggi injuri
berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan hipoglikemia.
Tujuan:
Injuri tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
-
Mengungkapkan peningkatan
energi
-
Mencapai atau mempertahankan
tingkat/status mental
-
Mengenali dan mengkompensasi
adanya kerusakan sensorik.
-
Pasien mengenali lingkungan
yang berbahaya dan menghindarinya.
-
Pasien mengerti resiko injuri
dengan perubahan sensori yang diungkapkan secara verbal.
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
§Minimalkan faktor lingkungan yang berbahaya.
§Libatkan keluarga dalam mencegah terjadinya injuri pada klien.
§Pelihara aktivitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi
klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuannya.
§Kaji adanya keluhan parastesia, nyeri atau kehilangan sensori pada
paha/kaki, adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan dan denyut
nadi perifer.
§Jelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan cedera pada klien seperti
penggunaan alat-alat/melakukan aktivitas yang salah
§Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi serta dalam
melakukan aktivitas.
|
§Sebagai dasar untuk membandingkan temua abnormal.
§Mencegah kecelakaan akibat lingkungan yang berbahaya.
§Membantu mengurangi resiko injuri pada klien.
§Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
§Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang
berat, kehilangan sensasi sentuhan mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan
kulit dan gangguan keseimbangan.
§Penjelasan dapat memotivasi klien untuk menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan cedera.
§Meningkatkan keamanan klien terutama rasa keseimbangan.
|
7)
Gangguan rasa aman : cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan diabetes), kemampuan
mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru, keterbatasan
kognitif.
Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah
Kriteria evaluasi:
-
Klien mengungkapkan pemahaman
tentang penyakitnya
-
Klien dapat menghubungkan tanda
dan gejala dengan proses penyakit dan faktor penyebab.
-
Klien dapat melakukan dengan
benar prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan
-
Klien melakukan perubahan gaya hidup dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien
§Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
§Pilih berbagai strategi belajar
§Diskusikan topik utama
|
§Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia ambil bagian dalam proses belajar.
§Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama
pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
§Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi
meningkatkan penerapan pada individu yang belajar.
§Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya
hidup.
|
8)
Resiko terhadap
ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem
pendukung yang kurang adekuat.
Tujuan:
Penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah
berjalan efektif
Kriteria evaluasi:
-
Pasien mengerti tentang
pemeliharaan di rumah
-
Melaksanakan keterampilan
pemeliharaan secara benar
-
Mengungkapkan kepuasan tentang
rencana pemeliharaan di rumah
Rencana:
Intervensi
|
Rasional
|
§Ajarkan klien tentang diabetes mellitus, pengobatan, dan perawatan
sesuai dengan panduan penyuluhan klien.
§Rujuk klien pada perawatan diri diabetes bila diberikan fasilitas,
agensi, organisasi komunitas.
§Rujuk klien pada ahli diet untuk instruksi pada perencanaan makan
terutama diet yang dianjurkan.
§Ajarkan klien cara perawatan kaki yang tepat.
§Bantu dalam perencanaan program latihan reguler yang dapat dengan
mudah dikerjakan dalam rutinitas harian. Jelaskan keuntungan dari latihan.
|
§Lebih banyak pengetahuan klien tentang keadaannya, semakin mungkin
mereka mematuhi pengobatan dan perawatannya.
§Karena diabetes mellitus adalah gangguan kronis sepanjang hidup,
dukungan kontinyu penting dalam membantu seseorang untuk beradaptasi pada
perubahan gaya
hidup yang disebabkan oleh rencana terapeutik untuk pemeliharaan diri.
§Ahli diet khusus adalah spesialisasi nutrisi yang dapat membantu
klien dalam merencanakan makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai
program.
§Untuk mempertahankan integritas kulit
§Memudahkan ambilan seluler dari glukosa sehingga menurunkan kadar
glukosa darah, menurunkan berat badan dn menurunkan resiko arterosklerosis.
|
3.
Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan
4.
Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Dalam pendokumentasiannya dilakukan melalui pendekatan SOAP.
S = Respon Subyektif klien terhadap tindakan.
O = Respon Obyektif klien terhadap tindakan.
A
= Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
masalah.
P = Perencanaan atau tindakan.
I = Implementasi
E = Evaluasi
R = Reassessment
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
1.
Pengkajian
a.
Pengumpulan Data
1)
Identitas
a) Identitas klien
Nama :
Ny. T
Umur :
46 tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Suku/Bangsa :
Sunda/Indonesia
Agama :
Islam
Pekerjaan :
IRT
Status Marital :
Menikah
Tanggal Masuk RS :
3 Agustus 2004
Tanggal Pengkajian :
9 Agustus 2004
No. Medrec :
04.01.4146
Diagnosa Medis :
Diabetes Mellitus Tipe II dengan
Gangren a.r
Pedis Dextra
Alamat :
Kp. Sukamukti No.9 Kecamatan
Cibatu, Desa Cibatu,
Purwakarta
|
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Tn. E
Umur :
58 tahun
Agama :
Islam
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Pegawai PEMDA
Alamat :
Kp. Sukamukti No.9 Kecamatan
Cibatu, Desa
Cibatu, Purwakarta
Hubungan dengan klien :
Suami
2)
Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)
Keluhan Utama Masuk RS
Lima hari sebelum masuk Rumah Sakit kaki kanan klien
terbentur ujung tempat tidur sampai tejadi luka terbuka, setelah 2 hari
didiamkan di rumah dan tidak diobati luka tersebut semakin lama semakin membesar,
bengkak, nyeri, bernanah dan panas. Klien mengatakan 2 minggu yang lalu telah
terjadi luka tusuk di telapak kaki kanan dekat kelingking. Hal tersebut
diketahui oleh anaknya sedangkan oleh klien sendiri tidak terasa. Klien
mengatakan lukanya semakin lama semakin membesar dan bernanah disertai nyeri
yang sangat. Keluhan terjadi panas badan dikatakan oleh klien ketika masih
dirumah. Melihat keadaan lukanya yang semakin lama semakin memburuk, klien
langsung dibawa oleh keluarganya pertama
kali ke RS Bayu Asih di Purwakarta. Setelah dirawat selama 1 hari di rumah
sakit tersebut klien langsung dirujuk ke RSHS.
(2)
KeluhanUtama Saat Pengkajian
Pada saat dikaji klien sudah hari ke 7 di RSHS dan
mengeluh pusing. Pusing dirasakan bertambah apabila klien duduk terlalu lama
atau banyak beraktivitas, pusing dirasakan berkurang bila klien
tiduran/istirahat atau berbaring. Pusing dirasakan pada daerah kepala dan tidak
menjalar ke daerah yang lain. Pusing dirasakan seperti tertindih benda berat
(kepala menjadi berat) dan dirasakan mengganggu aktivitasnya. Pusingnya
dirasakan hilang timbul, tidak terus menerus.
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut penuturan klien dan keluarga, 8 tahun yang lalu
klien pernah mengalami peningkatan berat badan sampai 60 kg dengan tinggi badan
saat itu 145 cm. Tahun 1997 klien pernah dirawat di RSHS dengan keluhan yang
sama yaitu borok pada kaki kanan saat itu diketahui klien menderita penyakit
kencing manis. Klien pulang dengan kaki sembuh 3,5 bulan kemudian. Klien
berobat ke RS. Bayu Asih, namun kontrolnya tidak teratur, klien sempat mendapat
terapi obat Glibenclamid dan Metformin. Gula darah rata-rata 200-250 mg/dL.
Klien mengatakan tidak mengalami keluhan pandangan menjadi kabur, sering
kesemutan atau jantung berdebar-debar. Klien mengatakan pernah mengalami banyak
kencing 8-10 kali/hari dan selalu haus + 3 tahun yang lalu. Klien tidak
memiliki kebiasaan suka merokok, minum minuman beralkohol, makan makanan yang
manis-manis dan minum kopi. Klien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan
penyakit pankreatitis kronis. Dari tahun 1997 sampai tahun 2000 klien
menggunakan alat kontrasepsi oral (pil KB) namun karena merasa tidak cocok
yaitu rambut menjadi rontok sehingga klien menghentikan pemakaiannya sampai
saat ini.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
(1) Riwayat penyakit menular
Klien mengatakan dalam
anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC Paru
dan Hepatitis.
(2) Riwayat penyakit keturunan
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit Diabetes
Mellitus seperti yang dialami oleh klien. Kedua orang tua klien pun tidak ada
yang memiliki riwayat Diabetes Mellitus. Selain itu tidak ada angota keluarga
yang memiliki penyakit keturunan seperti asma dan Hipertensi
3)
Pola Aktivitas Sehari-hari
No
|
Aktivitas
|
Di rumah
|
Di RS
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Nutrisi
a. Makan
b. Minum
|
Frekuensi
3x/hari
Habis 1 porsi
Jenis : nasi,
sayuran, lauk-pauk dan buah-buahan terkadang makanan ringan
Keluhan : Klien
mengatakan selama dirumah tidak ada keluhan makan hanya saja dia sering merasa
lapar sehingga sering mengemil makanan ringan terutama kacang-kacangan,
keripik pisang dan gorengan
Jumlah 7-8
gelas/hari
(+ 1600
cc/hari)
Jenis : air
putih, air teh
Keluhan : Klien
mengatakan bahwa selama di rumah sering merasa selalu haus
|
Frekuensi
3x/hari
Habis 1 porsi
Jenis : nasi,
sayuran, lauk-pauk dan buah-buahan
Keluhan : Klien
mengatakan selama di RS tidak ada keluhan makan hanya saja dia merasa
badannya selalu lemas meskipun selalu menghabiskan porsi makanannya
Jumlah 5-6
gelas/hari
(+
1200cc/hari)
Jenis : air
putih, susu diet DM
Keluhan : Klien
mengatakan ia terkadang masih suka merasa cepat haus
|
2
|
Eliminasi
a. BAK
b. BAB
|
Frekuensi
7-8x/hari
Warna kuning
jernih
Tidak ada
keluhan nyeri BAK
Keluhan : Klien
mengatakan sering BAK terutama di malam hari sampai mengganggu tidurnya
Frekuensi
1x/hari
Konsistensi
lunak, berwarna kuning, bau khas, tidak ada keluhan nyeri BAB
|
Frekuensi
7-8x/hari
Warna kuning
jernih
Tidak ada
keluhan nyeri BAK
Keluhan : Klien
mengatakan frekuensi BAK-nya masih sering terutama pada malam hari bisa
sampai 3-4 x semalam
Frekuensi
1x/hari
Konsistensi
lunak berwarna kuning, bau khas dan tidak ada keluhan nyeri BAB
|
3
|
Istirahat Tidur
|
Klien tidur
malam mulai pukul 21.00-05.00 WIB (+ 8 jam sehari semalam) namun
sering terbangun karena ingin BAK
Klien tidur
siang selama 2-3 jam
|
Klien tidur
malam mulai pukul 20.00-04.00 WIB klien tidur dengan nyenyak tanpa keluhan
ingin BAK di malam hari
Klien terlihat
sering tidur siang + 4-5 jam dengan waktu yang tidak tentu karena
selalu merasa mengantuk
|
4
|
Personal Hygiene
a. Mandi
b.Keramas
c.Gosok gigi
d.Gunting kuku
|
2x/hari, mandi
guyur
menggunakan
sabun
2 hari sekali
2x/hari setiap
kali mandi
1-2 minggu
sekali
|
1x/hari, mandi
seka tanpa menggunakan sabun
Klien mengatakan
belum pernah dikeramas selama masuk RS
1x/hari tiap
bangun tidur
Kuku sudah
digunting 2 hari yang lalu
|
5
|
Aktivitas
|
Klien merupakan
seorang Ibu Rumah Tangga yang sehari-hari mengerjakan pekerjaan rumah seperti
: memasak, mencuci dll.
|
Selama di RS
aktivitas klien terbatas dikarenakan kondisinya. Klien sering mengeluh pusing
dan lemas, aktivitas klien banyak dibantu oleh keluarga dan perawat
|
4)
Pemeriksaan Fisik
a)
Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, septum nasal berada di tengah, lubang hidung
bersih, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, frekuensi napas 28x/menit
dengan irama reguler. Bentuk dan pergerakan dada simetris, pengembangan paru
kiri dan kanan simetris, vocal fremitus kiri dan kanan simetris, pada saaat
perkusi paru terdengar suara resonan, pada auskultasi paru terdengar suara
vesikular di seluruh area paru, tidak terdengar suara ronchi atau wheezing.
Tidak terdapat pernapasan kussmaul.
b)
Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva berwarna pucat, bibir tidak sianosis, tidak
terdapat distensi vena jugularis, ictus cordis teraba di ICS V midclavikula
kiri, bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, tidak
terdengar bunyi jantung tambahan, akral teraba hangat, CRT kembali kurang dari
3 detik, tidak terdapat clubbing fingers, Tekanan Darah 110/70 mmHg, nadi
radialis 98x/menit. Nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior dextra.
c)
Sistem Pencernaan
Warna
bibir merah muda, mukosa bibir tampak kering, tidak terdapat lesi pada bibir
dan rongga mulut, tidak ada stomatitis, gigi berwarna putih kekuningan, jumlah
gigi sudah tidak lengkap, sebanyak 24 jumlah, terdapat caries pada gigi geraham
atas dan bawah, tidak terdapat perdarahan pada gusi, lidah bersih, bau nafas
tidak tercium bau amoniak, bentuk abdomen cembung dan lembut tidak distensi,
bising usus 10 x/menit, perkusi abdomen terdengar tympani pada lambung dan
dullness pada hepar, saat dipalpasi tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak
ada nyeri tekan atau nyeri lepas, tidak teraba pembesaran limpa. Klien
mengatakan tidak ada keluhan mual dan muntah. Terdapat penurunan berat badan
selama 2 minggu terakhir dari 45 kg menjadi 44 kg.
d)
Sistem Persarafan
Klien mengeluh selalu merasa
pusing dan sakit kepala terutama bila klien banyak beraktivitas misalnya bangun
dari tempat tidur, terasa kesemutan dan baal-baal pada daerah telapak kaki dan
telapak tangan. Klien terlihat sering mengantuk.
(1) Tes Fungsi Serebral
(a)
Status Mental
-
Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik, ditandai
dengan klien mampu mengenal keluarga dan perawat, klien mampu menyebutkan
tempat klien dirawat yaitu di RSHS Bandung,
klien mampu membedakan waktu siang dan malam.
-
Perhatian
Perhatian klien baik terbukti dengan klien mau menjawab pertanyaan
dari perawat.
(b)
Tingkat Kesadaran
-
Kualitas : Compos mentis, klien sadar sepenuhnya
-
Kuantitas : Nilai GCS 15 (E 4 M 6 V5)
(2) Tes Fungsi Syaraf Kranial
(a)
Nervus I Olfaktorius
Fungsi penciuman baik, klien dapat membedakan bau kopi
dan bau minyak kayu putih dengan mata tertutup.
(b)
Nervus II Optikus
Klien mengatakan bahwa ia sudah tidak bisa membaca
tulisan yang kecil seperti tulisan
Al-Qur’an, karena sudah terlihat buram, namun klien masih bisa membaca papan
nama perawat dengan jarak 30 cm
(c)
Nervus III, IV, VI
Okulomotorius, Troklearis, Abdusen
Pupil bulat isokor, reaksi pupil terhadap cahaya baik,
pupil mengecil saat terkena cahaya, klien dapat membuka dan menutup matanya
secara spontan, koordinasi gerakan mata baik.
(d)
Nervus V Trigeminus
Klien dapat merasakan usapan pilinan kapas pada kelopak
mata, dahi dan dagu, fungsi mengunyah klien baik, pergerakan otot temporal saat
mengunyah simetris.
(e)
Nervus VII Fasialis
Klien dapat mengenali sensasi rasa berbeda yaitu asam
manis dan asin pada ujung lidah, klien mampu memjamkan mata, tersenyum,
mengerutkan dahi dan mengembangkan pipi.
(f)
Nervus VIII Akustikus
Klien mampu menjawab / merespon terhadap pertanyaan
perawat dengan baik.
(g)
Nervus IX Glosofaringeus
Klien tidak mengeluh nyeri saat menelan.
(h)
Nervus X Vagus
Uvula berada di tengah dan terangkat saat klien mengatakan “ah”
(i)
Nervus XI Assesorius
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri dengan baik.
(j)
Nervus XII Hipoglosus
Klien dapat menggerakkan lidahnya ke segala arah.
(2) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau paratyroid, tidak
terdapat tanda-tanda gangguan perubahan hormonal seperti moonface, tidak tampak
tremor pada kedua tangan, klien mengalami banyak minum 8-10 gelas sehari ketika
masih di rumah dan saat ini klien mengalami sedikit minum sebanyak 5-6 gelas
sehari karena klien selalu tertidur sehingga lupa minum , klien selalu merasa
lapar serta mengalami sering kencing > 3 kali pada malam hari. Klien mendapat diit DM 1600
k.kal, klien mendapat terapi suntik insulin 18-16-16 setengah jam sebelum
makan.
(3) Sistem Genitourinaria
Saat dipalpasi ginjal tidak teraba, tidak terdapat distensi kandung
kemih, tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, tidak terdapat keluhan
nyeri pada saat BAK, saat diperkusi ginjal tidak terasa nyeri, tidak ada
keluhan pada organ genitalia.
(4) Sistem Muskuloskeletal


4 5
(5) Sistem Integumen
Penyebaran rambut kepala merata, rambut mudah dicabut, rambut
terlihat kusam, banyak ketombe di kulit kepala, klien mengatakan belum keramas
selama 7 hari di RS, kulit berwarna putih, keadaan kulit bersih, turgor kulit
baik, suhu 35,6 0C, klien mengatakan setiap hari tubuhnya dilap oleh
anaknya, kuku tangan dan kaki pendek dan bersih, tidak terdapat clubbing
fingers. Adanya luka gangren pada punggung kaki kanan berukuran 6x7 cm, klien
mengatakan lukanya sulit sembuh dan semakin lama semakin membusuk. Klien
mengatakan hari ini belum diganti balutannya.
5)
Data Psikologis
a)
Konsep Diri
Gambaran diri
Klien mengatakan takut luka di kakinya tidak sembuh
sehingga klien sangat takut kalau sampai kakinya harus diamputasi
Identitas diri
Klien merupakan seorang wanita dengan seorang suami dan
7 orang anak, dengan anak yang terkecil berusia 4 tahun.
Peran
Klien mengatakan tidak bisa menjalankan perannya sebagai
ibu rumah tangga, namun klien telah menyerahkan perannya sebagai ibu kepada
anak perempuannya yang telah menikah.
Ideal diri
Klien selalu berharap kakinya akan sembuh dan ia ingin
segera pulang untuk berkumpul kembali dengan anggota keluarga yang lain
Harga diri
Klien tidak merasa rendah diri dan menerima keadaanya
seperti saat ini.
b)
Stasus Emosi
Emosi klien tampak stabil ditandai dengan klien mau
diajak kompromi dan dimintai informasi oleh perawat, meskipun klien terlihat
sedikit menghindar bila merasa sudah mulai kelelahan dan mengantuk
c)
Pola Koping
Dalam menyelesaikan masalahnya klien selalu berbagi
cerita dengan anaknya yang senantiasa menunggui klien setiap saat. Hal ini
ditandai dengan ketika klien menolak untuk dilakukan amputasi, klien mengatakan
kepada anaknya dan perawat memperoleh informasi dari anaknya bahwa karena hal
tersebut klien tidak bisa tidur semalaman. Keluarga klien pun mengatakan jika
klien harus diamputasi lebih baik membawa klien pulang ke rumah.
d)
Gaya Komunikasi
Klien berkomunikasi dengan nada yang lambat dan suara
pelan namun masih dapat dimengerti oleh perawat. Klien terkesan jarang
berbicara atau pendiam. Klien dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Sunda.
6)
Data Sosial
Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga dan
orang sekitar cukup baik, terbukti selama di RS klien selalu ditunggui oleh
anaknya secara bergantian. Klien seorang yang kooperatif namun terkesan jarang
berbicara dan pendiam selama proses perawatan interaksi klien dan perawat cukup
baik. Keluarga klien terlihat sangat mendukung kesembuhan klien.
7)
Data Spiritual
Klien adalah seorang yang beragama Islam, klien selalu
berdo’a untuk kesembuhannya, klien mengatakan ingin sekali melakukan sholat 5
waktu namun karena klien tidak membawa alat sholat sehingga sampai saat ini
klien belum bisa melaksanakanya. Dengan penyakitnya saat ini klien menerima
keadaanya dengan tabah dan tidak merasa putus asa, dan menganggap semua cobaan
dari Allah SWT.
8)
Data Penunjang
a)
Laboratorium
Tanggal 3 Agustus 2004
Jenis pemeriksaan |
Hasil
|
Nilai Normal
|
Satuan
|
Interpretasi
|
HEMATOLOGI |
||||
Haemoglobin
|
9,7
|
12-16
|
gr/dl
|
Rendah
|
Leukosit
|
12.000
|
3,8-10,6 rb
|
mm3
|
Tinggi
|
Hematokrit
|
30
|
35-47
|
%
|
Rendah
|
Trombosit
|
155.000
|
150-440 rb
|
mm3
|
Normal
|
KIMIA KLINIK |
||||
Ureum
|
40
|
15-50
|
mg/dl
|
Normal
|
Kreatinin
|
0,99
|
0,5-0,9
|
mg/dl
|
Normal
|
Glukosa sewaktu
|
487
|
<140
|
mg/dl
|
Tinggi
|
URIN |
||||
BJ
|
1,005
|
1,01-1,025
|
|
Normal
|
Ph
|
6
|
4,8-7,5
|
|
Normal
|
Protein
|
25/-
|
Negatif
|
mg/dl
|
Tinggi
|
Bilirubin
|
Negatif
|
Negatif
|
|
Normal
|
Urobilinogen
|
<
1
|
<
1
|
E.u/dl
|
Normal
|
Keton
|
15/++
|
Negatif
|
mg/dl
|
Tinggi
|
Nitrit
|
Negatif
|
|
|
|
Eritrosit
|
3-5
|
<
1
|
/lpb
|
Tinggi
|
Leukosit
|
0-2
|
<
6
|
/pb
|
Normal
|
Epitel
|
2-3
|
|
/lpk
|
Tinggi
|
Reduksi
|
1000/++++
|
Negatif
|
mg/dl
|
Tinggi
|
Tanggal 4 Agustus 2004
Jenis pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Satuan
|
Interpretasi
|
KIMIA KLINIK |
||||
Albumin
|
2,7
|
3,5-5,0
|
gr/dl
|
Rendah
|
SGOT
|
30
|
14-36
|
u/L
|
Normal
|
SGPT
|
17
|
14-36
|
u/L
|
Normal
|
Protein total
|
6,3
|
6,3-8,2
|
mg/dl
|
Normal
|
Kolesterol
|
105
|
<200
|
mg/dl
|
Normal
|
Kolesterol HDL
|
12
|
>
45
|
mg/dl
|
Rendah
|
Kolesterol LDL
|
31
|
<
150
|
mg/dl
|
Normal
|
Trigliserid
|
309
|
<
150
|
mg/dl
|
Tinggi
|
b)
Radiologi
Hasil Rontgen tanggal 3 Agustus 2004
(1)
Thoraks : Cor tidak membesar, diafragma normal
Pulmo : - Corakan paru bertambah
- Hili normal
Kesan : Tidak
tampak TB paru aktif
Tidak tampak pembesaran jantung
(2)
Pedis :
-
Besar, struktur tulang tarsal,
metatarsal dan phalang dalam batas normal
-
Sela dan permukaan sendi baik,
-
Tampak area lusen di lateral
pedis
Kesan : Suspek
adanya gas dalam soft tissue pedis.
c)
Therapi
-
Diet DM 1600 k.kal/hari
-
Insulin 18-16-16 per SC
-
Ampicillin 4x1 gr per IV
-
Metronidazole 3x500mg drip
-
Ceprofloxacim 2x700 mg peroral
-
Pletaal 2x50 mg per oral
-
Infus NaCl 0,9 % 8 gtt/menit
-
GV 2 kali perhari + kompres
bethadine
2. Analisa Data
No
|
Data
|
Kemungkinan Penyebab dan
Dampak
|
Masalah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||
1
|
DS :
-
Klien mengatakan badannya
selalu terasa lemas meskipun ia selalu menghabiskan porsi makanya
- Klien mengatakan sering
merasa pusing
-
Kien mengatakan sering mangantuk dan selalu
ingin tidur.
DO :
-
Tubuh klien telihat lemas
- Klien terlihat selalu
berbaring di tempat tidur
- Porsi makan selalu habis
- BB sebelum masuk RS 45 Kg, BB
sekarang 44 Kg
- TD 110/70 mmHg
-
Nadi 98 x/menit
- Respirasi 28x/mnt
-
Suhu 35,6 oC
|
DM
tipe II
¯
Defisiensi
insulin dalam darah
¯
Insulin
yang menginduksi enzim heksokinase berkurang
¯
Fosforilasi
glukosa dalam sel menurun
¯
Konsentrasi
glukosa bebas intrasel menjadi tinggi
¯
Glukosa
diluar sel sulit masuk kedalam sel
¯
![]() ![]()
Terjadi glikolisis
menyebabkan
terjadinya starvasi sel
(kelaparan sel)
¯
Tidak mampu teratasi
dengan asupan nutrisi
¯
Kompensasi tubuh melakukan
lipolisis dan glukoneolisis
¯
sel menjadi mengecil
¯
BB menurun
|
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan
|
|||||||
2
|
DS :
- Klien mengatakan ia sering merasa
haus
-
-
Klien mengatakan ia masih mengalami banyak BAK
5-6 kali dalam semalam
DO :
- Klien terlihat banyak minum
- Klien terlihat banyak BAK
-
Kulit terlihat sedikit kering
- Turgor kulit baik kembali dalam
< 2 detik
-
§
Protein urin 25, normalnya
negatif
§
Keton 15, normalnya negatif
§
Reduksi 1000, normalnya
negatif
|
DM tipe II
¯
Defisiensi insulin
¯
Hiperglikemi
¯
![]() ![]()
|
Resiko
kekurangan cairan
|
|||||||
3
|
DS :
-
- Klien mengatakan 5 hari yang lalu terjadi luka terbuka baru di
kaki kanannya akibat terbentur ujung tempat tidur
- Klien mengatakan lukanya semakin
lama semakin membesar dan bernanah
-
Klien mengatakan terasa nyeri pada lukanya
-
Klien mengatakan hari ini belum diganti balutan
DO :
-
Terdapat luka gangren pada punggung kaki kanan dengan
ukuran 6 x 7 cm dan luka tusuk di telapak kaki kanan dekat kelingking dengan
ukuran 1 x 1 cm
- Keadaan luka tampak basah, kotor, bernanah, tercium bau tidak
enak, terdapat jaringan nekrotik dan warna kulit di sekitar luka kemerahan
- Klien mendapat therapi
Ampicillin 1 x 4 dan Metronidazole 4 x 500 mg
-
Hasil lab tgl. 3 Agustus 2004 Hb 9,7 gr/dl,
- Leukosit 12. 000 mm3,
- Trombosit 155.000 mm3
-
Hematokrit 30 %
|
![]() ![]()
![]()
Gangren
¯
Integritas kulit terganggu |
Gangguan
integritas kulit
|
|||||||
4
|
DS :
- Klien dan keluarga selalu
meminta informasi yang lengkap tentang bagaimana perkembangan kondisi klien
- Klien mengatakan tidak mau bila
kakinya harus diamputasi
- Keluarga klien mengatakan bahwa
klien tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan tindakan amputasi yang
belum tentu dilakukan
- Keluarga klien mengatakan
menolak bila klien harus diamputasi dan lebih baik dibawa pulang saja ke
rumah
- Klien mengatakan khawatir karena telah meninggalkan anaknya yang baru
berusia 4 tahun
DO :
- Klien dan keluarga terlihat
selalu bertanya tentang perkembangan
kondisinya
- Ekspresi wajah klien terlihat
murung
- Klien bicara dengan nada yang
lambat
-
TD 110/70 mmHg, Nadi 98 x/mnt, Respirasi 28 x/mnt, Suhu 36,6 oC
|
DM type II
¯
Merupakan penyakit kronis
¯
Informasi yang kurang mengenai program
perawatan dan pengobatan tentang penyakitnya
¯
Ketidaktahuan keluarga tentang program perawatan dan pengobatan
(tindakan amputasi)
¯
Stressor bagi klien
¯
Koping individu tidak efektif
¯
Timbul perasaan cemas
¯
Kebutuhan rasa aman terganggu
|
Gangguan rasa
aman : cemas ringan
|
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Prioritas
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Ditemukan
|
Dipecahkan
|
||
Tanggal
|
Paraf
|
Tanggal
|
Paraf
|
||
1
|
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d defisiensi insulin
|
9-8-2004
|
|
|
|
2
|
Resiko
kekurangan cairan b.d diuresis osmotik
|
9-8-2004
|
|
|
|
3
|
Gangguan
integritas kulit b.d perubahan pada
sirkulasi dan kadar glukosa yang tinggi
|
9-8-2004
|
|
|
|
4
|
Gangguan rasa
aman : cemas b.d ketidaktahuan keluarga tentang prosedur perawatan dan
pengobatan
|
9-8-2004
|
|
|
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Hal yang paling penting dalam
melakukan asuhan keperawatan adalah
pelayanan yang diberikan secara professional. Setelah penulis melakukan asuhan
keperawatan kepada Ny.T dengan Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus +
Gangren a.r Pedis Dextra selama 5 hari dari tanggal 9-13 Agustus 2004, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Klien dengan Diabetes Mellitus
pada umumnya akan mengalami beberapa masalah keperawatan, antara lain :
gangguan/perubahan dalam pemenuhan nutrisi, kelemahan fisik, resiko kekurangan
cairan tubuh sampai terjadinya komplikasi berupa gangguan integritas kulit yang
dimanifestasikan dengan adanya gangren pada daerah tubuh tertentu, khususnya
area ekstremitas bawah.
2.
Sedangkan pada klien Ny.T yang
penulis angkat sebagai kasus ini memiliki masalah keperawatan antara lain :
perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan, resiko kekurangan cairan, gangguan
integritas kulit dan gangguan rasa aman cemas.
3.
|
4.
Pada tahap perencanaan penulis
merencanakan setiap tindakan yang telah disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan klien dengan mengacu kepada teori yang ada. Dalam proses pelaksanaan
asuhan keperawatan, penulis tidak begitu banyak mengalami kesulitan. Hal ini
dikarenakan oleh adanya kerjasama dan keterlibatan secara langsung dari klien
dan keluarga selama proses tersebut, serta adanya data diagnostik yang
mendukung untuk mengetahui perkembangan klien.
5.
Dalam evaluasi ada beberapa
masalah keperawatan yang sudah dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Namun ada juga masalah keperawatan yang sampai dengan batas waktu
yang telah ditetapkan belum dapat teratasi seluruhnya, yaitu masalah perubahan
nutrisi dan masalah gangguan integritas kulit. Hal tersebut dikarenakan masih
memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kondisi tubuh klien agar
glukosa darahnya menjadi normal, serta proses penyembuhan luka yang akan
memakan waktu yang lama pula.
6.
Penulis merasa tidak puas
dengan tindakan yang sudah dilakukan selama 5 hari perawatan sehingga diluar
hari kelima penulis melakukan kunjungan kepada klien karena masih dirawat di
RS. Selama kunjungan klien masih terlihat masih suka memikirkan tentang
tindakan amputasi sehingga penulis menyimpulkan bahwa ternyata memerlukan waktu
yang lebih panjang untuk mengubah pola pikir klien agar kecemasaanya berkurang. Hasil kunjungan
memperlihatkan keberhasilan perawat dalam memberikan pengaruh psikologis kepada
klien.
B. REKOMENDASI
Selama proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal
sampai akhir, saran penulis adalah bahwa setiap tindakan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien di Rumah Sakit khususnya, akan
sangat memerlukan skill dan pengetahuan yang saling mendukung satu sama lain.
Selain keterampilan dalam melakukan tindakan keperawatan, keterampilan dalam berkomunikasi
secara verbal maupun non verbal dalam mencari informasi yang diperlukan juga
harus dikuasai oleh perawat. Tindakan untuk mengurangi kecemasan klien harus
disertai dengan tingkat kepercayaan klien kepada perawat dan tidak hanya rasa
tanggungjawab terhadap tugas, tapi rasa empatipun harus terlibat dalam tindakan
komunikasi terapeutik, sehingga hal-hal yang disembunyikan oleh klien dapat
terungkap karena tahap saling percaya
antara perawat dan klien sudah
terbina.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Paradigma Indonesia Sehat
2010. Jakarta
: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. 1999
Doenges, Marylinne. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995
Effendi, Nasrul. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta
: EGC. 1995
Ganong, WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1992
Greenspan, Francis S. Endokrinologi Dasar dan
Klinik. Jakarta
: EGC. 2000
Guyton, Arthur C dan Hall John. E. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
: EGC. 1997
Ignativius, Donna dan Marylinn Vomer. Medical Surgical Nursing Approach. Philadelphia : WB.
Saunders Company. 1991
Long, Barbara C. Perawatan Medikal bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawtaan Bandung.
1996
Mansjoer, Arif. Kapita slektas Kedokteran. Jakarta
: Media Aesculapius. 1999
Nasution, Prof.
Dr. Buku
Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertai, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara. 1999
Noer, Saifulloh. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jilid I.
Jakarta : Balai
penerbit FKUI. 1996
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep
Klinik Proses-proses Penyakit. Buku 2. Jakarta : EGC. 1995
Smeltzer, Suzanne. C. Buku Ajar Keperawtaan
Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta
: EGC. 2002
www.yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar