Kamis, 01 Maret 2012

MAKALAH,ASKEP DM


                                                                           BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka, DM ditandai oleh hiperglikemia, arterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati (Sylvia A Price. et al. 1995 : 1111)
Menurut Suzzane C. Smeltzer dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah” menyatakan bahwa :
Kurang lebih 90–95 % penderita DM adalah type II Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM), yaitu DM yang tidak tergantung insulin. DM type II paling sering terjadi pada penderita Diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat selama bertahun-tahun dan progresif, maka awitan DM type II ini dapat berjalan tanpa terdeteksi.

Untuk sebagian besar pasien + 75 % penyakit DM type II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja, misalnya pada saat pasien menjalankan pemeriksaan lab yang rutin. Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah dapat  terjadi komplikasi Diabetes jangka panjang misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer mungkin sudah tejadi sebelum diagnosa ditegakkan.
1           
 
Dari data gambaran statistik bagian Rekam Medik Ruang 10 A Perjan RSHS Bandung selama kurun waktu 3 bulan terakhir, untuk periode 3 bulan terakhir yaitu bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2004, penulis telah melakukan perhitungan untuk nama-nama penyakit serta jumlah penderita yang dirawat di Ruang 10 A dimana merupakan salah satu ruang perawatan bagi penderita penyakit dalam. Setelah diketahui semua jenis penyakit serta jumlah penderitanya, lalu penulis mengklasifikasikannya menjadi 10 Besar penyakit dalam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :

TABEL 1.1

PROPORSI 10 BESAR PENYAKIT DALAM
DI RUANG 10 A PERJAN RSHS BANDUNG

PERIODE BULAN MEI - JULI 2004

No Urut

Nama Penyakit

Jumlah Penderita

Persentase

1
CRF
33 orang
13.98 %
2
DHF
32 orang
13.55 %
3
NHML
26 orang
11.01 %
4
TB Paru
25 orang
10.59 %
5
ESRD
24 orang
10.16 %
6
Diabetes Mellitus
23 orang
9.74 %
7
Decompensasio Cordis
22 orang
9.32 %
8
Hematomesis Melena
21 orang
8.89 %
9
PPOK
20 orang
8.47 %
10
Effusi Pleura
10 orang
4.23 %

Jumlah

 236 orang
100 %
Sumber : Bagian Rekam Medik Ruang 10 A Perjan RSHS Bandung
Dari data diatas dapat dilihat bahwa penyakit Diabetes Mellitus menduduki peringkat keenam dari 10 penyakit terbesar di Ruang 10 A Periode Bulan Mei – Juli 2004 dengan jumlah persentase 9,74 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit Diabetes Mellitus memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak sistemik yang buruk terhadap sistem tubuh yang lain, dimana salah satu komplikasi yang paling tidak diharapkan adalah terjadinya gangren pada anggota tubuh akibat adanya luka yang tidak segera dilakukan perawatan luka yang baik. Oleh karena itu diperlukan asuhan keperawatan yang optimal dan profesional, dimana hal tersebut dilakukan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien DM merupakan salah satu upaya yang penting dalam peningkatan usaha   promotif dan preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif dan juga menekankan pada keterlibatan klien dan keluarga untuk dapat melaksanakan program pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya.
      Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mencoba menerapkan kemampuan baik pengetahuan maupun skill yang telah didapatkan selama pendidikan pada kasus Diabetes Mellitus, dengan menuangkannya kedalam bentuk Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. T DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS TYPE II + GANGREN a.r PEDIS DEXTRA DI RUANG 10A PERJAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG”.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan Gangguan Sistem Endokrin Akibat Diabetes Melitus Tipe II + Gangren dengan menggunakan metode proses keperawatan

2.      Tujuan Khusus
Penulisan karya tulis ini bertujuan agar penulis dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan pendekatan proses keperawatan, yaitu dapat :
a.       Melaksanakan pengkajian pada klien dengan gangguan Sistem Endokrin terutama pada klien dengan Diabetes Mellitus Type II + Gangren meliputi pengumpulan data dan analisa data
b.      Menegakkan diagnosa keperawatan dan menentukan prioritas masalah berdasarkan analisa data
c.       Membuat rencana keperawatan guna mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan, mencakup penentuan tujuan waktu, rencana keperawatan serta rasional dari setiap perencanaan tindakan
d.      Melaksanakan implementasi keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
e.       Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan
f.       Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan pendekatan ilmiah
g.      Mengenali kesenjangan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan cara membandingkan teori dengan pelaksanaan di lapangan dan mencari alternatif pemecahan masalahnya

C.    METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus dimana disusun berupa laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
  1. Wawancara    
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menanyakan langsung tentang informasi yang diperlukan pada klien dan keluarganya serta tenaga kesehatan yang lain.
  1. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat dan mengamati secara langsung perilaku dan kondisi klien sehubunga dengan masalah kesehatan yang menimpanya
  1. Studi Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat dari laporan status klien untuk dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan
  1. Studi Kepustakaan
Merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku sumber dan literature-literatur di perpustakaan yang berhubungan dengan kasus
  1. Partisipasi aktif
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif ketika  melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

D.    SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis membaginya dalam empat Bab yang terdiri dari :
BAB I  : PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan teknik pengumpulan data serta sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Menguraikan konsep dasar tentang penyakit Diabetes Mellitus dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus. Konsep dasar DM meliputi pengertian, anatomi fisiologi pankreas, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pentalaksanaan dan dampak terhadap sistem tubuh lain. Konsep dasar asuhan keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Mengemukakan proses keperawatan pada klien Ny. T dengan gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Type II + Gangren serta menjelaskan tentang pembahasan meliputi kesenjangan antara teori yang ada dengan kasus yang ditemukan di lapangan.
BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan
 
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  KONSEP DASAR DIABETES MELITUS

1.   Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompk kelaianan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.



7
 
 
2.   Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas (Gambar 1.1) adalah suatu organ yang terbentang secara horizontal dari duodenum sampai limpa, pada Vertebra  I dan II di belakang lambung, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah dan terletak retroperitoneal dalam abdomen bagian atas dengan panjang sekitar 10 - 20 cm dan lebar   2,5 - 5 cm, dengan berat rata-rata 60 – 90 gram. Pankreas terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a.       Kepala Pankreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lengkungan duodenum yang melingkarinya
b.      Badan Pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang terletak di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
c.       Ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Gambar 1.1
Anatomi kelenjar pankreas
Pankreas
Sumber: www.yahoo.com

Pankreas terdiri atas 2 jenis jaringan utama (Gambar 1.2), yaitu :
a.       Asini, yang mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b.      Pulau langerhans, yang tidak mengeluarkan getahnya namun mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah.
Pulau langerhans tersebar di seluruh pankreas dan mempunyai berat 1 – 3 % dari total berat pankreas. Pada orang dewasa pulau-pulau langerhans berjumlah 1 – 2 juta buah yang terdiri dari :
-          Sel-sel alfa (20-40 %) yang mensekresi glukagon
-          Sel-sel beta (60-80 %) yang mensekresi insulin
-          Sel-sel delta (5-15 %) yang mensekresi somatostatin
-          Sel-sel F (1 %) yang mensekresi peptida pancreas

Gambar 1.2

Anatomi sel-sel  Pulau Langerhans



Sumber: Guyton, (1995:270)

Pankreas memiliki 2 fungsi penting yaitu :
a.       Fungsi eksokrin
Pankreas berfungsi untuk mensekresi enzim-enzim pencernaan ketiga jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein melalui saluran ke duodenum
b.      Fungsi Endokrin
Pankreas berfungsi untuk mengatur sistem endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah.
Pankreas menghasilkan 3 hormon (Insulin, Glukagon dan Somatostatin) dan satu enzim polipeptida pankreas. Insulin dan glukagon mempunyai fungsi penting dalan regulasi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin bersifat metabolik yang dapat meningkatkan penyimpanan glukosa, asam amino dan asam lemak. Glukagon bersifat katabolik yang dapat memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam amino dari simpanannya         kedalam aliran darah. Kelebihan insulin dapat menyebabkan hipoglikemi yang dapat menyebabkan kejang dan koma. Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes Melitus (DM), defisiensi glukagon menyebabkan Diabetes Melitus memburuk.
Glukagon
Glukagon adalah suatu polipeptida rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino dengan berat molekul 3485. Fungsi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan kadar asam amino darah. Karena kedekatan letaknya dengan pankreas maka hati merupakan organ sasaran utama dari glukagon. Glukagon bersifat glukogenilitik, glukoneogenetik, lipolitik dan ketogenik.(Guyton, 1996:1020)
Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 yang dihasilkan oleh sel betha. Insulin mengandung dua rantai peptida (asam amino) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan terdiri dari 51 asam amino.
a.       Prinsip kerja insulin
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berkaitan dengan protein reseptor didalam membran sel. Insulin mempunyai riwayat mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme.
b.      Efek Metabolik Insulin
Fungsi utama dari insulin adalah memudahkan penyimpanan zat-zat gizi. Berikut akan dibahas efek-efek insulin pada tiga jaringan utama yang mengkhususkan diri untuk penyimpanan zat-zat gizi, yaitu: hati, otot, dan lemak.
1)      Hati
Hati adalah organ pertama yang dicapai insulin melalui aliran darah. Insulin bekerja pada hati melalui dua jalur utama antara lain :
a)      Insulin membantu anabolisme
Pada fungsi ini insulin membantu sintesis dan penyimpanan glikogen dan pada saat bersamaan mencegah pemecahannya, insulin meningkatkan sintesis protein, trigliserida dan VLDL di hati, insulin juga menghambat glukoneogenesis, dan membantu glikolisis.
b)      Insulin membantu katabolisme
Insulin bekerja untuk menekan peristiwa katabolik pada fase post absorptive dengan menghambat glikogenolisis, ketogenesis, dan glukoneogenesis di hati.
2)      Otot
Insulin membantu sintesis protein di otot dengan meningkatkan transpor asam amino dan merangsang sintesis protein ribosomal. Disamping itu, insulin juga membantu sintesis glikogen untuk menggantikan cadangan glikogen yang telah dihabiskan oleh aktivitas otot, meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel otot, menurunkan katabolisme protein, menurunkan pelepasan asam amino glukoneogenik, meningkatkan ambilan keton, dan meningkatkan ambilan kalium.
3)      Lemak
Insulin bekerja membantu penyimpanan trigliserida dalam adiposity melalui sejumlah mekanisme yaitu: meningkatkan masuknya glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan sintesis gliserol fosfat, mengaktifkan lipoprotein lipase, menghambat lipase peka-hormon, dan meningkatkan ambilan kalium.
c.       Pengaturan kerja insulin
Sekresi insulin diatur oleh :
1)      AMP siklik intrasel
Rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalsium intrasel. Pada pelepasan epineprin, terjadi penurunan insulin disebabkan oleh karena epineprin menghambat AMP siklik intrasel.
2)      Syaraf otonom
Cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulau Langerhans dan nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankras menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepineprin.
3)      Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah
Kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan selanjutnya insulin menyebabkan transpor glukosa kedalam sel sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal
d.      Aktivitas insulin pada target sel
Insulin yang telah disekresi oleh pankreas akan menuju target sel. Pada target sel, insulin berikatan dengan reseptor protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein. Jumlah atau afinitas reseptor protein dipengaruhi oleh insulin dan hormon lain. Pemaparan ke peningkatan jumlah insulin menurunkan konsentrasi reseptor dan pemaparan ke penurunan insulin meningkatkan afinitas reseptor. Afinitas reseptor ditingkatkan dalam insufisiensi adrenalin dan diturunkan oleh kelebihan glukokortikoid

Somatostatin

Hormon somatostatin disekresi oleh sel-sel delta Pulau Langerhans, dan merupakan senyawa polipeptida yang hanya terdiri dari 14 asam amino yang mempunyai paruh waktu yang sangat singkat (hanya 2 menit lamanya). Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi Somatostatin. Faktor-faktor ini adalah :
a.       Naiknya kadar glukosa darah
b.      Naiknya kadar asam amino
c.       Naiknya kadar asam lemak
d.      Naiknya konsentrasi beberapa hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna sebagai respon terhadap asupan makanan. Sebaliknya, somatostatin mempunyai efek penghambat multipel berikut ini :
-          Somatostatin bekerja secara lokal didalam pulau Langerhans sendiri guna menekan sekresi insulin dan glukagon
-          Somatostatin memperlambat gerakan lambung, duodenum dan kandung empedu
-          Somatostatin mengurangi sekresi dan absorbsi dalam saluran cerna


3.   Etiologi,
Berdasarkan kasus yang penulis bina yaitu DM type II, dimana penyakit tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta yang  tidak mampu mengimbangi resistensi insulin untuk merangsang pengambilan/transport glukosa pada jaringan perifer sehingga menghambat produksi glukosa oleh jaringan hati. Ketidakmampuan ini terlihat dari kurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa,  yang berarti sel Betha pankreas mengalami desentiasi terhadap glukosa.
Adapun salah satu etiologi diabetes melitus (DM) dikarenakan oleh faktor nutrisi yang berlebihan pada seseorang yaitu obesitas. Kasus yang penulis bina merupakan contoh salah satu penderita DM yang disebabkan oleh kegemukan (obesitas) dimana faktor nutrisi yang berlebihan dianggap  dapat mengurangi jumlah reseptor di target sel,  menyebabkan resistensi terhadap insulin karena perubahan-perubahan pada post reseptor sehingga transport glukosa berkurang dan menghalangi metabolisme glukosa intraseluler. Obesitas  menimbulkan faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap defek seluler berupa bertambahnya penimbunan lemak, komposisi diet dan inaktifitas fisik..
Selain itu factor stress neurologis juga dapat dimasukan sebagai factor presipitasi naiknya kadar gula darah seseorang. Hal ini disebabkan bila seeorang mengalami stress maka akan terjadi peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior, disertai dengan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal (Guyton, 1997 : 1211)
Kortisol merupakan salah satu hormon yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Efek perangsangan dari hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-sel Betha Pulau Langerhans menjadi kelelahan dan akibatnya timbul Diabetes (Guyton, 1997 : 1230)

4.   Patofisiologi
Diabetes Melitus Tipe II adalah suatu kondisi dimana sel-sel Betha pankreas relatif tidak mampu mempertahankan sekresi  dan produksi insulin sehingga menyebabkan kekurangan insulin. Menurut Dona C Ignativius dalam bukunya Medical Surgical menyatakan bahwa “Diabetes Melitus (DM) diakibatkan oleh 2 faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut.” Obesitas atau kegemukan merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan dengan sebagian besar berbentuk lemak-lemak sehingga terjadi defisiensi hidrat arang. Hal ini menimbulkan penumpukan lemak pada membran sel sehingga mengganggu transport glukosa dan menimbulkan kerusakan atau defek selular yang kemudian menghambat metabolisme glukosa intrasel. Gangguan-gangguan tersebut terjadi pula pada post reseptor tempat insulin bekerja, jika gangguan ini terjadi pada sel-sel pankreas maka akan terjadi hambatan atau penurunan kemampuan menghasilkan insulin. Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang mempengaruhi berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan atau penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin. Penurunan produksi insulin dan menurunnya sensitifitas insulin menyebabkan terjadinya NIDDM.
Pada Diabetes Melitus (DM) type II atau NIDDM, terdapat kekurang pekaan dari sel beta dalam mekanisme perangsangan glukosa sedangkan pada pasien yang obesitas dengan NIDDM terdapat penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang obesitas mensekresi jumlah insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena penurunan jumlah reseptor. Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4  perubahan metabolik yang menyebabkan timbulnya hipergikemik,yaitu :
a.       Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang
b.      Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c.       Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d.      Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh, dan perubahan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.

5.   Manifestasi klinis
Pada klien dengan DM sering ditemukan gejala-gejala :
a.       Kelainan kulit  : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
b.      Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan
c.       Kesemutan dan baal-baal
d.      Lemah tubuh atau cepat lelah
e.       Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB
Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM

6.   Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a.       Komplikasi Metabolik Akut
1)      Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2)      Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b.      Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
1)      Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular  yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2)      Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a)      Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
b)      Hiperlipoproteinemia
c)      Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.


7.   Pentalaksanaan
Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu :
a.       Diet
Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b.      Pengaturan Aktifitas Fisik
Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah penderita DM. Latihan fisik membantu mempermudah transport glukosa ke dalam sel. Agar penderita dalam melakukan pengaturan kadar glukosa yang lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan latihan fisik. Contohnya jika klien melakukan latihan fisik pada saat kadar glukosa darahnya tinggi, mereka dapat menurunkan kadar glukosa tersebut dengan latihan fisik itu sendiri, sebaliknya jika klien merasa perlu melakukan latihan fisik pada saat glukosa darahnya rendah maka ia memerlukan tambahan karbohidrat untuk mencegah hipoglikemi.
c.       Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemi (oral/suntikan).

Obat Hiperglikemi oral (Sulfonilurea, Biguanid, inhibitor alfa glukosidase, insulin sensitizing agent)

         Pasien-pasien dengan sisa sel-sel pulau langerhans yang masih berfungsi yaitu mereka dengan NIDDM merupakan sarana yang tepat untuk agen hipoglikemi oral seperti Sulfenil urea. Obat-obat ini juga ternyata memperbaiki kerja perifer dari insulin, sehigga berguna dalam penatalaksanaan pasien dengan NIDDM. Namun pada pasien IDDM yang telah kehilangan fungsi sel-sel pulau Langerhansnya agen hipoglikemi oral tidak efektif bagi mereka.
Indikasi penggunaan Insulin pada DM type II adalah :
-          DM dengan BB menurun cepat/kurus
-          Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
-          DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dll)
-          DM dengan kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
8.   Dampak Diabetes Mellitus Terhadap Perubahan Sistem Tubuh Berkaitan Dengan Kebutuhan Dasar Manusia
Defisiensi insulin mempengaruhi metabolisme tubuh yang berdampak pada sistem tubuh yaitu :
a.       Sistem pernapasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis di jaringan lemak serta ketogenesisi di hati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan asam lemak di hati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asiltranferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas menjadi benda keton. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis.
Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis dari peningkatan langsung asam-asam keton adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan oleh efek-efek berikut : asam-asam keton mempunyai ambang ekskresi ginjal yang rendah yaitu 100-200 gram. Asam-asam keton dapat dieksresikan berkaitan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai akibatnya konsentrasi Na dalam CES biasanya berkurang dan Na diganti oleh peningkatan jumlah ion H sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan klien yang cepat dan dalam (kussmaul).


b.      Sistem pencernaan
Defisiensi insulin dapat menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak :
1)      Peningkatan penggunaan protein dan glukogen oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan berat badan akibat dari penurunan metabolisme sel.
2)      Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sementara hati tidak mampu menetralisir lemak sehingga proses ini menghasilkan benda-benda keton. Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membran mukosa lambung dan diperberat oleh peningkatan sekresi asam lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah. Selain itu iritasi lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk mengsekresi serotinin, bradikinin dan histamin sehingga menimbulkan nyeri lambung.
3)      Penurunan transfer glukosa ke dalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang  pusat makan di bagian lateral hipothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (poliphagi).
4)      Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak sistem saraf. Bila kerusakan ini mengenai syaraf otonom akan menimbulkan diare/konstipasi dan gangguan dalam persepsi terhadap lapar.
c.       Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan lipoprotein (HDL dan LDL). Hal ini menyebabkan peningkatan pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses terjadinya arterosklerosis dan mempercepat timbulnya infark pada jantung karena berkurangnya suplay oksigen ke jantung dan akhirnya pembuluh besar menjadi kollaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Akut Miokard Infark) dan angina pektoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita DM dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung secara dini.
Bila arterisklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetik dan pada perabaan arteri teraba denyut yang berkurang sampai menghilang. Selain itu komplikasi mikrovaskuler pun dapat terjadi yaitu akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi di ekstra sel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim aldose reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya kekentalan membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplay oksigen dan nurtrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati dan retinopati.
d.      Sistem perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa  dalam sel menyebabkan peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatan osmolaritas sel yang akan merangsang hipothalamus untuk mensekresikan ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral. Pada fase ini klien akan mengalami Polidipsi dan penurunan produksi urin. Peningkatan rasa haus akan menyebabkan peningkatan masukan cairan dan peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan ekstrasel bertambah. Bila ini terjadi maka volume cairan intra seluler menurun dan merangsang reseptor di hipothalamus untuk menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang ginjal.
Diuresis osmosis akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih (Poliuri) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokontriksi akibat penurunan suhu sehingga timbul nokturi. Selain itu gangguan sistem perkemihan dapat pula terjadi akibat kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.
e.       Sistem reproduksi
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi pada pria dan penurunan libido pada wanita. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan
f.       Sistem muskuloskeletal
Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel-sel  dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan, yang akan mengakibatkan jaringan kurang mendapatkan suplay oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak timbulnya kelemahan dan bila dibiarkan akan mengakibatkan atropi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme protein yang berguna untuk pertumbuhan sel-sel tubuh.
g.      Sistem Integumen
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati akan menyebabkan penurunan sensasi sehingga pengontrolan terhadap trauma mekanis, thermis dan kimia menurun yang akan memudahkan terkena luka yang mengancam keutuhan kulit. Teori lain yang mendasari kerusakan kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan :
1)      Pertahanan jaringan setempat menurun cepat pada kulit menyebabkan kulit mudah terinfeksi akibat keluarnya leukosit.
2)      Bila kelainan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai kerena kebocoran albumin jaringan sehingga mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selilitis dan gangren.
h.      Sistem persyarafan
Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel termasuk sel-sel saraf sehingga mengganggu proses metabolisme saraf. Akibatnya sel akan menggunakan cadangan protein sehingga sel-sel kekurangan protein yang akan mempengaruhi hambatan impuls pada akson, sehingga akson tidak dapat mengantarkan impuls dengan sempurna. Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf dan polarisasi membran akibat pambentukan ATP. Perubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati). Bila menyerang saraf otonom dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati dan dapat mengakibatkan neuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstremitas bawah dan adanya rasa nyeri.

B.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan sistematis, dinamis dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosio-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes RI, 1995:10)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien harus melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatn dan evaluasi tindakan yang telah dilakukan.
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.
a.      Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat. Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus meliputi:
1)      Data Biografi
a)      Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
b)      Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
2)      Riwayat Kesehatan
a)      Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)   Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan sampai klien datang ke rumah sakit.
(2)   Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan dengan metode PQRST.
b)      Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
c)      Riwayat Kesehatan Keluarga
(1)   Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.

(2)   Riwayat Penyakit Keturunan
Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien yaitu DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit  keturunan seperti asma, hipertensi, atau penyakit endokrin lainnya.
3)      Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang, apakah ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji apakah ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.


4)      Pemeriksaan Fisik
a)      Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan paru juga menurun.
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup tajam).
b)      Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.


c)      Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi abdomen.
d)     Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.
e)      Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor hipoglikemik.

f)       Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.
g)      Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan kram pada otot.
h)      Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien mengalami infeksi.
5)      Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya, klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan untuk menjalani kehidupannya.
6)      Data  Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.
7)      Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhannya.
8)      Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
-          Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
-          Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
-          Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
-          Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%)
-          Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin meningkat.
-          Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.
-          Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.
·             Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
·             Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu  akibat perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun
·             Fosfor : lebih sering menurun
-          Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya.
-          Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
-          Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal, leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi
9)      Program dan Rencana Pengobatan
Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a)      Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit.
b)      Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup senormal mungkin.
c)      Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program diet, olah raga teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM.
d)     Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis.
e)      Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan oleh penyakitnya.

b.      Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai masalahnya untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang pada akhirnya menjadi diagnosa keperawatan.

c.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah aktual dan potensial, yang dimaksud masalah aktual adalah masalah yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan akan timbul kemudian.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus menurut Carpenitto, Doengoes, Sorensen dan Brunner and Suddart antara lain:
1)      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
2)      Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan.
3)      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan.
4)      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5)      Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi.
6)      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan hipoglikemia.
7)      Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru, keterbatasan kognitif.
8)      Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung yang kurang adekuat.

2.      Perencanaan
Perencanaan atau rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan keperawatan sebagai berikut:
1)         Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal.
Kriteria evaluasi:
-          Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis.
-          Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program.
-          Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan.
-          Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
§Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual, dan muntah.

§Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki.

§Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi
§Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing dan sempoyongan.
§  Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa dara, aseton, pH, dan HCO3



§Berikan pengobatan insulin secara teratur.


§Lakukan konsultasi dengan ahli diet.

§Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

§Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
§Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
§Meningkatkan rasa keterlibatan dan memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
§Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang) dan sementara insulin tetap diberikan maka hipoglikemia dapat terjadi.




§Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan therapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjdi kadar aseton dapat menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
§Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
§Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

2)         Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan.
Tujuan:
Hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi:
-          Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70-80 x/menit, Suhu 36,5-37.50C
-          Nadi perifer dapat diraba.
-          Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
-          Intake dan output seimbang.
-          Kadar elektrolit dalam batas normal
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
§Kaji pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau berbau keton.




§Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas dan periode apneu serta muncul sianosis.


§Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, torgor kulit dan membran mukosa.
§Pantau intake dan output


§Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan sudah dapat diberikan.
§Tingkatkan lingkungan yang dapat memberikan rasa nyaman. Selimuti klien dengan selimut tipis.
§Kaji adanya perubahan mental atau sensori.



§Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.

§Pasang dan pertahankan kateter urin.
§Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Ht, BUN/kreatinin, osmolalitas darah, natrium dan kalium.
§Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.

§Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto asetat dan harus berkurang bila ketosis telah terkoreksi.
§Peningkatan kerja pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal serta munculnya sianosis mungkin indikasi dari kelelahan pernafasan atau mungkin klien kehilangan kemampuannya untuk mengkompensasi asidosis.
§Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.

§Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari therapi yang diberikan.
§Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi dengan adekuat.




§Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien yang lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan

§Perubahan mental dapat berhubungan dengan hipoglikemi atau hiperglikemi, elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan berkembangnya hipoksia.
§Tipe dan jumlah cairan tergantung dari derajat kekurangan cairan dan respon klien secara individual.
§Memberikan pengukuran yang tepat dan akurat terhadap urin output.
§Mengkaji tingkat hidrasi.

3)         Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan.

Tujuan:
Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi:
-          Kadar glukosa darah dalam tingkat yang optimal.
-          Berat badan ideal dapat dicapai dan dipertahankan.
-          Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
-          Klien dapat memilih makanan berdasarkan pada panduan penurunan kalori
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang faktor penyebab.
§Kaji psikososial pasien yang berhubungan dengan makan berlebih
§Jelaskan hubungan obesitas dengan diabetes.
§Konsultasikan dengan ahli gizi untuk program diet.
§Motivasi klien untuk mengkonsumsi cukup makanan yang mengandung kompleks karbohidrat yang tinggi.
§Bantu memilih menu harian berdasarkan rencana rendah kalori dan rendah lemak.
§Timbang berat badan setiap hari.
§Diskusikan kebutuhan diet dan tingkatkan latihan sesuai program diet.

§Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai program diet dan indikasi.
§  Kolaborasi pemeriksaan gula darah, pH, HCO3

§Pengertian dapat memotivasi untuk menghindari faktor penyebab.

§Psikologis dapat mempengaruhi perilaku makan yang berlebih.

§Obesitas dapat menyebabkan DM tipe II

§Untuk menetapkan dan menghitung diet sesuai dengan kebutuhan klien.
§Dapat membantu dalam penurunan berat badan.



§Menghindari kebosanan akan menu pada diet yang telah ditentukan.

§Menunjukkan intake nutrisi yang adekuat.

§Latihan memudahkan ambilan glukosa sehingga menurunkan kadar gula darah, memudahkan penurunan berat badan, dan menurunkan resiko aterosklerosis.
§Memberikan rasa keterlibatan, memberikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi klien.
§Gula darah akan menurun secara perlahan-lahan pada insulin yang terkontrol. Pemberian insulin dosis optimal menyebabkan glukosa masuk kedalam sel yang digunakan untuk energi.

4)         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan:
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi:
-          Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
·         Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperlihatkan tanda-tanda penyembuhan.
·         Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawatan kulit yang tepat.
-          Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
·         Tidak mengalami kerusakan kulit
·         Tidak terdapat daerah kemerahan
·         Mempertahankan sirkulasi adekuat.



Rencana:
Intervensi
Rasional
§Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular.
§Jaga kulit tetap bersih dan kering.

§Berikan perawatan kulit dengan salep atau krim.

§Pertahankan linen kering.

§Lakukan perawatan luka dengan larutan NaCl dan debridement sesuai order.
§Berikan obat-obatan luka.

§Awasi dengan ketat terhadap tanda dan gejala infeksi.
§Berikan tindakan untuk memaksimalkan sirkulasi darah.
§Awasi hasil pemeriksaan laboratorium seperti albumin
§Menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan dekubitus/infeksi.

§Kulit kotor dan basah merupakan media yang baik untuk tumbuhnya mikroorganisme.
§Salep dan krim berfungsi untuk melembabkan kulit sehingga mencegah terjadinya robekan kulit
§Menurunkan iritasi pada kulit dan resiko kerusakan kulit.
§Membersihkan luka sehingga mempercepat tumbuhnya jaringan baru.

§Membunuh mikroorganisme dan mempercepat penyembuhan luka.
§Deteksi dini sebagai upaya preventif dan menentukan intervensi yang tepat.
§Sirkulasi adekuat penting untuk aktivitas sel.

§Sebagai indikator pertukaran nutrisi.

5)         Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
-          Kelemahan klien berkurang
-          Mengungkapkan peningkatan energi.
-          Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal perencanaan dengan klien dan identifikasi aktifitas yang menimbulkan kelelahan.
§Berikan aktifitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
§Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas.
§Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
§Libatkan keluarga dalam pelaksanaan aktivitas klien.
§Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktifitas meskipun mungkin klien sangat lemah.


§Mencegah kelelahan yang berlebihan.


§Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditolerir secara fisiologis.

§Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditolelir klien

§Meningkatkan peran aktif keluarga dalam perawatan klien.

6)         Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan hipoglikemia.
Tujuan:
Injuri tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
-          Mengungkapkan peningkatan energi
-          Mencapai atau mempertahankan tingkat/status mental
-          Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensorik.
-          Pasien mengenali lingkungan yang berbahaya dan menghindarinya.
-          Pasien mengerti resiko injuri dengan perubahan sensori yang diungkapkan secara verbal.

Rencana:
Intervensi
Rasional
§Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
§Minimalkan faktor lingkungan yang berbahaya.
§Libatkan keluarga dalam mencegah terjadinya injuri pada klien.
§Pelihara aktivitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuannya.
§Kaji adanya keluhan parastesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki, adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan dan denyut nadi perifer.
§Jelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan cedera pada klien seperti penggunaan alat-alat/melakukan aktivitas yang salah
§Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi serta dalam melakukan aktivitas.
§Sebagai dasar untuk membandingkan temua abnormal.
§Mencegah kecelakaan akibat lingkungan yang berbahaya.
§Membantu mengurangi resiko injuri pada klien.

§Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.

§Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

§Penjelasan dapat memotivasi klien untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan cedera.


§Meningkatkan keamanan klien terutama rasa keseimbangan.


7)         Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru, keterbatasan kognitif.
Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah
Kriteria evaluasi:
-          Klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
-          Klien dapat menghubungkan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan faktor penyebab.
-          Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan
-          Klien melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien
§Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.

§Pilih berbagai strategi belajar


§Diskusikan topik utama
§Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia ambil bagian dalam proses belajar.

§Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
§Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penerapan pada individu yang belajar.
§Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.

8)         Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung yang kurang adekuat.
Tujuan:
Penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berjalan efektif



Kriteria evaluasi:
-          Pasien mengerti tentang pemeliharaan di rumah
-          Melaksanakan keterampilan pemeliharaan secara benar
-          Mengungkapkan kepuasan tentang rencana pemeliharaan di rumah
Rencana:
Intervensi
Rasional
§Ajarkan klien tentang diabetes mellitus, pengobatan, dan perawatan sesuai dengan panduan penyuluhan klien.
§Rujuk klien pada perawatan diri diabetes bila diberikan fasilitas, agensi, organisasi komunitas.



§Rujuk klien pada ahli diet untuk instruksi pada perencanaan makan terutama diet yang dianjurkan.
§Ajarkan klien cara perawatan kaki yang tepat.
§Bantu dalam perencanaan program latihan reguler yang dapat dengan mudah dikerjakan dalam rutinitas harian. Jelaskan keuntungan dari latihan.
§Lebih banyak pengetahuan klien tentang keadaannya, semakin mungkin mereka mematuhi pengobatan dan perawatannya.

§Karena diabetes mellitus adalah gangguan kronis sepanjang hidup, dukungan kontinyu penting dalam membantu seseorang untuk beradaptasi pada perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh rencana terapeutik untuk pemeliharaan diri.
§Ahli diet khusus adalah spesialisasi nutrisi yang dapat membantu klien dalam merencanakan makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai program.
§Untuk mempertahankan integritas kulit

§Memudahkan ambilan seluler dari glukosa sehingga menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan berat badan dn menurunkan resiko arterosklerosis.

3.      Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

4.      Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Dalam pendokumentasiannya dilakukan melalui pendekatan SOAP.

S    =  Respon Subyektif klien terhadap tindakan.
O   =  Respon Obyektif klien terhadap tindakan.
A  = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan masalah.
P    =  Perencanaan atau tindakan.
I     =  Implementasi
E    =  Evaluasi
R   =  Reassessment

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A.    TINJAUAN KASUS

1.      Pengkajian
a.      Pengumpulan Data
1)      Identitas
a) Identitas klien
Nama                                  : Ny. T
Umur                                  : 46 tahun
Jenis Kelamin                     : Perempuan
Suku/Bangsa                      : Sunda/Indonesia
Agama                                : Islam
Pekerjaan                            : IRT
Status Marital                     : Menikah
Tanggal Masuk RS             : 3 Agustus 2004
Tanggal Pengkajian            : 9 Agustus 2004
No. Medrec                                    : 04.01.4146
Diagnosa Medis                 : Diabetes Mellitus Tipe II dengan
  Gangren a.r Pedis Dextra
Alamat                                : Kp. Sukamukti No.9 Kecamatan
  Cibatu, Desa Cibatu, Purwakarta


53
 
 
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama                                  : Tn. E
Umur                                  : 58 tahun
Agama                                : Islam 
Jenis Kelamin                     : Laki-laki
Pekerjaan                            : Pegawai PEMDA
Alamat                               : Kp. Sukamukti No.9 Kecamatan
 Cibatu, Desa Cibatu, Purwakarta
Hubungan dengan klien     : Suami
2)      Riwayat Kesehatan
A.    Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)      Keluhan Utama Masuk RS
Lima hari sebelum masuk Rumah Sakit kaki kanan klien terbentur ujung tempat tidur sampai tejadi luka terbuka, setelah 2 hari didiamkan di rumah dan tidak diobati luka tersebut semakin lama semakin membesar, bengkak, nyeri, bernanah dan panas. Klien mengatakan 2 minggu yang lalu telah terjadi luka tusuk di telapak kaki kanan dekat kelingking. Hal tersebut diketahui oleh anaknya sedangkan oleh klien sendiri tidak terasa. Klien mengatakan lukanya semakin lama semakin membesar dan bernanah disertai nyeri yang sangat. Keluhan terjadi panas badan dikatakan oleh klien ketika masih dirumah. Melihat keadaan lukanya yang semakin lama semakin memburuk, klien langsung dibawa oleh keluarganya  pertama kali ke RS Bayu Asih di Purwakarta. Setelah dirawat selama 1 hari di rumah sakit tersebut klien langsung dirujuk ke RSHS. 
(2)      KeluhanUtama Saat Pengkajian
Pada saat dikaji klien sudah hari ke 7 di RSHS dan mengeluh pusing. Pusing dirasakan bertambah apabila klien duduk terlalu lama atau banyak beraktivitas, pusing dirasakan berkurang bila klien tiduran/istirahat atau berbaring. Pusing dirasakan pada daerah kepala dan tidak menjalar ke daerah yang lain. Pusing dirasakan seperti tertindih benda berat (kepala menjadi berat) dan dirasakan mengganggu aktivitasnya. Pusingnya dirasakan hilang timbul, tidak terus menerus.
B.     Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut penuturan klien dan keluarga, 8 tahun yang lalu klien pernah mengalami peningkatan berat badan sampai 60 kg dengan tinggi badan saat itu 145 cm. Tahun 1997 klien pernah dirawat di RSHS dengan keluhan yang sama yaitu borok pada kaki kanan saat itu diketahui klien menderita penyakit kencing manis. Klien pulang dengan kaki sembuh 3,5 bulan kemudian. Klien berobat ke RS. Bayu Asih, namun kontrolnya tidak teratur, klien sempat mendapat terapi obat Glibenclamid dan Metformin. Gula darah rata-rata 200-250 mg/dL. Klien mengatakan tidak mengalami keluhan pandangan menjadi kabur, sering kesemutan atau jantung berdebar-debar. Klien mengatakan pernah mengalami banyak kencing 8-10 kali/hari dan selalu haus + 3 tahun yang lalu. Klien tidak memiliki kebiasaan suka merokok, minum minuman beralkohol, makan makanan yang manis-manis dan minum kopi. Klien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan penyakit pankreatitis kronis. Dari tahun 1997 sampai tahun 2000 klien menggunakan alat kontrasepsi oral (pil KB) namun karena merasa tidak cocok yaitu rambut menjadi rontok sehingga klien menghentikan pemakaiannya sampai saat ini.
C.    Riwayat Kesehatan Keluarga
(1)   Riwayat penyakit menular
Klien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC Paru dan Hepatitis.
(2)   Riwayat penyakit keturunan
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang  menderita penyakit Diabetes Mellitus seperti yang dialami oleh klien. Kedua orang tua klien pun tidak ada yang memiliki riwayat Diabetes Mellitus. Selain itu tidak ada angota keluarga yang memiliki penyakit keturunan seperti asma dan Hipertensi
3)      Pola Aktivitas Sehari-hari
No
Aktivitas
Di rumah
Di RS

1
2
3
4
1
Nutrisi
a. Makan














b. Minum

Frekuensi 3x/hari
Habis 1 porsi
Jenis : nasi, sayuran, lauk-pauk dan buah-buahan terkadang makanan ringan
Keluhan : Klien mengatakan selama dirumah tidak ada keluhan makan hanya saja dia sering merasa lapar sehingga sering mengemil makanan ringan terutama kacang-kacangan, keripik pisang dan gorengan
Jumlah 7-8 gelas/hari
(+ 1600 cc/hari)
Jenis : air putih, air teh 
Keluhan : Klien mengatakan bahwa selama di rumah sering merasa selalu haus    
Frekuensi 3x/hari
Habis 1 porsi
Jenis : nasi, sayuran, lauk-pauk dan buah-buahan
Keluhan : Klien mengatakan selama di RS tidak ada keluhan makan hanya saja dia merasa badannya selalu lemas meskipun selalu menghabiskan porsi makanannya


Jumlah 5-6 gelas/hari
(+ 1200cc/hari)
Jenis : air putih, susu diet DM
Keluhan : Klien mengatakan ia terkadang masih suka merasa cepat haus

2
Eliminasi
a. BAK









b. BAB
Frekuensi 7-8x/hari
Warna kuning jernih
Tidak ada keluhan nyeri BAK
Keluhan : Klien mengatakan sering BAK terutama di malam hari sampai mengganggu tidurnya


Frekuensi 1x/hari
Konsistensi lunak, berwarna kuning, bau khas, tidak ada keluhan nyeri BAB
Frekuensi 7-8x/hari
Warna kuning jernih
Tidak ada keluhan nyeri BAK
Keluhan : Klien mengatakan frekuensi BAK-nya masih sering terutama pada malam hari bisa sampai 3-4 x semalam
Frekuensi 1x/hari
Konsistensi lunak berwarna kuning, bau khas dan tidak ada keluhan nyeri BAB
3
Istirahat Tidur
Klien tidur malam mulai pukul 21.00-05.00 WIB (+ 8 jam sehari semalam) namun sering terbangun karena ingin BAK
Klien tidur siang selama 2-3 jam
Klien tidur malam mulai pukul 20.00-04.00 WIB klien tidur dengan nyenyak tanpa keluhan ingin BAK di malam hari
Klien terlihat sering tidur siang + 4-5 jam dengan waktu yang tidak tentu karena selalu merasa mengantuk


4
Personal Hygiene
a. Mandi


b.Keramas



c.Gosok gigi
d.Gunting kuku


2x/hari, mandi guyur
menggunakan sabun

2 hari sekali



2x/hari setiap kali mandi

1-2 minggu sekali


1x/hari, mandi seka tanpa menggunakan sabun
Klien mengatakan belum pernah dikeramas selama masuk RS
1x/hari tiap bangun tidur
Kuku sudah digunting 2 hari yang lalu
5
Aktivitas
Klien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga yang sehari-hari mengerjakan pekerjaan rumah seperti : memasak, mencuci dll.
Selama di RS aktivitas klien terbatas dikarenakan kondisinya. Klien sering mengeluh pusing dan lemas, aktivitas klien banyak dibantu oleh keluarga dan perawat

4)      Pemeriksaan Fisik
a)        Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, septum nasal berada di tengah, lubang hidung bersih, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, frekuensi napas 28x/menit dengan irama reguler. Bentuk dan pergerakan dada simetris, pengembangan paru kiri dan kanan simetris, vocal fremitus kiri dan kanan simetris, pada saaat perkusi paru terdengar suara resonan, pada auskultasi paru terdengar suara vesikular di seluruh area paru, tidak terdengar suara ronchi atau wheezing. Tidak terdapat pernapasan kussmaul.
b)        Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva berwarna pucat, bibir tidak sianosis, tidak terdapat distensi vena jugularis, ictus cordis teraba di ICS V midclavikula kiri, bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, akral teraba hangat, CRT kembali kurang dari 3 detik, tidak terdapat clubbing fingers, Tekanan Darah 110/70 mmHg, nadi radialis 98x/menit. Nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior dextra.
c)         Sistem Pencernaan
Warna bibir merah muda, mukosa bibir tampak kering, tidak terdapat lesi pada bibir dan rongga mulut, tidak ada stomatitis, gigi berwarna putih kekuningan, jumlah gigi sudah tidak lengkap, sebanyak 24 jumlah, terdapat caries pada gigi geraham atas dan bawah, tidak terdapat perdarahan pada gusi, lidah bersih, bau nafas tidak tercium bau amoniak, bentuk abdomen cembung dan lembut tidak distensi, bising usus 10 x/menit, perkusi abdomen terdengar tympani pada lambung dan dullness pada hepar, saat dipalpasi tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak ada nyeri tekan atau nyeri lepas, tidak teraba pembesaran limpa. Klien mengatakan tidak ada keluhan mual dan muntah. Terdapat penurunan berat badan selama 2 minggu terakhir dari 45 kg menjadi 44 kg.
d)        Sistem Persarafan
Klien mengeluh selalu merasa pusing dan sakit kepala terutama bila klien banyak beraktivitas misalnya bangun dari tempat tidur, terasa kesemutan dan baal-baal pada daerah telapak kaki dan telapak tangan. Klien terlihat sering mengantuk.
(1)   Tes Fungsi Serebral
(a)    Status Mental
-    Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik, ditandai dengan klien mampu mengenal keluarga dan perawat, klien mampu menyebutkan tempat klien dirawat yaitu di RSHS Bandung, klien mampu membedakan waktu siang dan malam.
-    Perhatian
Perhatian klien baik terbukti dengan klien mau menjawab pertanyaan dari perawat.
(b)   Tingkat Kesadaran
-    Kualitas        : Compos mentis, klien sadar sepenuhnya
-    Kuantitas      : Nilai GCS 15 (E 4 M 6 V5)
(2)   Tes Fungsi Syaraf Kranial
(a)    Nervus I Olfaktorius
Fungsi penciuman baik, klien dapat membedakan bau kopi dan bau minyak kayu putih dengan mata tertutup.
(b)   Nervus II Optikus
Klien mengatakan bahwa ia sudah tidak bisa membaca tulisan yang kecil seperti  tulisan Al-Qur’an, karena sudah terlihat buram, namun klien masih bisa membaca papan nama perawat dengan jarak 30 cm
(c)    Nervus III, IV, VI Okulomotorius, Troklearis, Abdusen
Pupil bulat isokor, reaksi pupil terhadap cahaya baik, pupil mengecil saat terkena cahaya, klien dapat membuka dan menutup matanya secara spontan, koordinasi gerakan mata baik.
(d)   Nervus V Trigeminus
Klien dapat merasakan usapan pilinan kapas pada kelopak mata, dahi dan dagu, fungsi mengunyah klien baik, pergerakan otot temporal saat mengunyah simetris.
(e)    Nervus VII Fasialis
Klien dapat mengenali sensasi rasa berbeda yaitu asam manis dan asin pada ujung lidah, klien mampu memjamkan mata, tersenyum, mengerutkan dahi dan mengembangkan pipi.
(f)    Nervus VIII Akustikus
Klien mampu menjawab / merespon terhadap pertanyaan perawat dengan baik.
(g)   Nervus IX Glosofaringeus
Klien tidak mengeluh nyeri saat menelan.
(h)   Nervus X Vagus
Uvula berada di tengah dan terangkat saat klien mengatakan “ah”
(i)     Nervus XI Assesorius
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri dengan baik.
(j)     Nervus XII Hipoglosus
Klien dapat menggerakkan lidahnya ke segala arah.
(2)   Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau paratyroid, tidak terdapat tanda-tanda gangguan perubahan hormonal seperti moonface, tidak tampak tremor pada kedua tangan, klien mengalami banyak minum 8-10 gelas sehari ketika masih di rumah dan saat ini klien mengalami sedikit minum sebanyak 5-6 gelas sehari karena klien selalu tertidur sehingga lupa minum , klien selalu merasa lapar serta mengalami sering kencing > 3 kali  pada malam hari. Klien mendapat diit DM 1600 k.kal, klien mendapat terapi suntik insulin 18-16-16 setengah jam sebelum makan.
(3)   Sistem Genitourinaria
Saat dipalpasi ginjal tidak teraba, tidak terdapat distensi kandung kemih, tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, tidak terdapat keluhan nyeri pada saat BAK, saat diperkusi ginjal tidak terasa nyeri, tidak ada keluhan pada organ genitalia.
(4)   Sistem Muskuloskeletal
Kedua ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak terdapat kelainan bentuk tulang, gerakan simetris, terpasang infus NaCl 0,9 % 8 gtt/menit di lengan kiri, terdapat luka gangren pada punggung kaki kanan dengan ukuran 6 x 7 cm dan luka tusuk pada telapak kaki kanan dekat kelingking dengan ukuran 1 x 1 cm, luka terlihat basah, merah banyak pus, bengkak, panas, dan terasa nyeri, refleks patella ++/++, kekuatan otot 5         5
                                                                                4         5
(5)   Sistem Integumen
Penyebaran rambut kepala merata, rambut mudah dicabut, rambut terlihat kusam, banyak ketombe di kulit kepala, klien mengatakan belum keramas selama 7 hari di RS, kulit berwarna putih, keadaan kulit bersih, turgor kulit baik, suhu 35,6 0C, klien mengatakan setiap hari tubuhnya dilap oleh anaknya, kuku tangan dan kaki pendek dan bersih, tidak terdapat clubbing fingers. Adanya luka gangren pada punggung kaki kanan berukuran 6x7 cm, klien mengatakan lukanya sulit sembuh dan semakin lama semakin membusuk. Klien mengatakan hari ini belum diganti balutannya.
5)      Data Psikologis
a)      Konsep Diri
Gambaran diri
Klien mengatakan takut luka di kakinya tidak sembuh sehingga klien sangat takut kalau sampai kakinya harus diamputasi
Identitas diri
Klien merupakan seorang wanita dengan seorang suami dan 7 orang anak, dengan anak yang terkecil berusia 4 tahun.
Peran
Klien mengatakan tidak bisa menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, namun klien telah menyerahkan perannya sebagai ibu kepada anak perempuannya yang telah menikah.
Ideal diri
Klien selalu berharap kakinya akan sembuh dan ia ingin segera pulang untuk berkumpul kembali dengan anggota keluarga yang lain
Harga diri
Klien tidak merasa rendah diri dan menerima keadaanya seperti saat ini.
b)      Stasus Emosi
Emosi klien tampak stabil ditandai dengan klien mau diajak kompromi dan dimintai informasi oleh perawat, meskipun klien terlihat sedikit menghindar bila merasa sudah mulai kelelahan dan mengantuk
c)      Pola Koping
Dalam menyelesaikan masalahnya klien selalu berbagi cerita dengan anaknya yang senantiasa menunggui klien setiap saat. Hal ini ditandai dengan ketika klien menolak untuk dilakukan amputasi, klien mengatakan kepada anaknya dan perawat memperoleh informasi dari anaknya bahwa karena hal tersebut klien tidak bisa tidur semalaman. Keluarga klien pun mengatakan jika klien harus diamputasi lebih baik membawa klien pulang ke rumah.
d)     Gaya Komunikasi
Klien berkomunikasi dengan nada yang lambat dan suara pelan namun masih dapat dimengerti oleh perawat. Klien terkesan jarang berbicara atau pendiam. Klien dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
6)      Data Sosial
Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga dan orang sekitar cukup baik, terbukti selama di RS klien selalu ditunggui oleh anaknya secara bergantian. Klien seorang yang kooperatif namun terkesan jarang berbicara dan pendiam selama proses perawatan interaksi klien dan perawat cukup baik. Keluarga klien terlihat sangat mendukung kesembuhan klien.
7)      Data Spiritual
Klien adalah seorang yang beragama Islam, klien selalu berdo’a untuk kesembuhannya, klien mengatakan ingin sekali melakukan sholat 5 waktu namun karena klien tidak membawa alat sholat sehingga sampai saat ini klien belum bisa melaksanakanya. Dengan penyakitnya saat ini klien menerima keadaanya dengan tabah dan tidak merasa putus asa, dan menganggap semua cobaan dari Allah SWT.
8)      Data Penunjang
a)      Laboratorium
Tanggal 3 Agustus 2004

Jenis pemeriksaan

Hasil
Nilai Normal
Satuan
Interpretasi

HEMATOLOGI

Haemoglobin
9,7
12-16
gr/dl
Rendah
Leukosit
12.000
3,8-10,6 rb
mm3
Tinggi
Hematokrit
30
35-47
%
Rendah
Trombosit
155.000
150-440 rb
mm3
Normal

KIMIA KLINIK

Ureum
40
15-50
mg/dl
Normal
Kreatinin
0,99
0,5-0,9
mg/dl
Normal
Glukosa sewaktu
487
<140
mg/dl
Tinggi

URIN

BJ
1,005
1,01-1,025

Normal
Ph
6
4,8-7,5

Normal
Protein
25/-
Negatif
mg/dl
Tinggi
Bilirubin
Negatif
Negatif

Normal
Urobilinogen
< 1
< 1
E.u/dl
Normal
Keton
15/++
Negatif
mg/dl
Tinggi
Nitrit
Negatif



Eritrosit
3-5
< 1
/lpb
Tinggi
Leukosit
0-2
< 6
/pb
Normal
Epitel
2-3

/lpk
Tinggi
Reduksi
1000/++++
Negatif
mg/dl
Tinggi

      Tanggal 4 Agustus 2004
Jenis pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Interpretasi

KIMIA KLINIK

Albumin
2,7
3,5-5,0
gr/dl
Rendah
SGOT
30
14-36
u/L
Normal
SGPT
17
14-36
u/L
Normal
Protein total
6,3
6,3-8,2
mg/dl
Normal
Kolesterol
105
<200
mg/dl
Normal
Kolesterol HDL
12
> 45
mg/dl
Rendah
Kolesterol LDL
31
< 150
mg/dl
Normal
Trigliserid
309
< 150
mg/dl
Tinggi

b)     Radiologi
Hasil Rontgen tanggal 3 Agustus 2004
(1)   Thoraks  : Cor tidak membesar, diafragma normal
Pulmo : - Corakan paru bertambah
                   - Hili normal
Kesan : Tidak tampak TB paru aktif
                   Tidak tampak pembesaran jantung


(2)   Pedis :
-          Besar, struktur tulang tarsal, metatarsal dan phalang dalam batas normal
-          Sela dan permukaan sendi baik,
-          Tampak area lusen di lateral pedis
Kesan : Suspek adanya gas dalam soft tissue pedis.
c)      Therapi
-          Diet DM 1600 k.kal/hari
-          Insulin 18-16-16 per SC
-          Ampicillin 4x1 gr per IV
-          Metronidazole 3x500mg drip
-          Ceprofloxacim 2x700 mg peroral
-          Pletaal 2x50 mg per oral
-          Infus NaCl 0,9 % 8 gtt/menit
-          GV 2 kali perhari + kompres bethadine








2.      Analisa Data
No
Data
Kemungkinan Penyebab dan Dampak
Masalah

1
2
3
4
1
DS :
-   Klien mengatakan badannya selalu terasa lemas meskipun ia selalu menghabiskan porsi makanya
-   Klien mengatakan sering merasa pusing
-   Kien mengatakan sering mangantuk dan selalu ingin tidur.
DO :
-   Tubuh klien telihat lemas
-   Klien terlihat selalu berbaring di tempat tidur
-   Porsi makan selalu habis
-   BB sebelum masuk RS 45 Kg, BB sekarang 44 Kg
-   TD 110/70 mmHg
-   Nadi 98 x/menit
-   Respirasi 28x/mnt
-   Suhu 35,6 oC
DM tipe II
¯
Defisiensi insulin dalam darah
¯
Insulin yang menginduksi enzim heksokinase berkurang
¯
Fosforilasi glukosa dalam sel menurun
¯
Konsentrasi glukosa bebas intrasel menjadi tinggi
¯
Glukosa diluar sel sulit masuk kedalam sel
¯
Jaringan mengalami kekurangan nutrisi dan O2  (hipoglikemia) 
 











Terjadi glikolisis menyebabkan
terjadinya starvasi sel (kelaparan sel)
¯
Tidak mampu teratasi dengan asupan nutrisi
¯
Kompensasi tubuh melakukan lipolisis dan glukoneolisis
¯
sel menjadi mengecil
¯
BB  menurun
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2
DS :
-   Klien mengatakan ia sering merasa haus
-  
Cairan dalam sel menjadi kental
¯
Merangsang osmoreseptor di syaraf pusat
¯
Meningkatkan rasa haus pertanda sel kekurangan cairan sebanyak 4 %
¯
Kompensasi klien menjadi banyak minum (Polidipsi)
 
Klien mengatakan ia banyak minum + 8-10 gelas perhari
-   Klien mengatakan ia masih mengalami banyak BAK 5-6  kali dalam semalam
DO :
-   Klien terlihat banyak minum
-   Klien terlihat banyak BAK
-   Kulit terlihat sedikit kering
-   Turgor kulit baik kembali dalam < 2 detik
-  
Merespon hypothalamus merangsang ADH dan aldosteron di ginjal
¯
ADH hanya mampu meretensi air selama 3-5 hari selebihnya ADH hilang
¯
Pembentukan urin tidak terkontrol
¯
Cepat terjadi pemenuhan di vesika urinaria
¯
Rangsang berkemih meningkat
¯
Resiko terjadi kekurangan cairan
 
Pada pemeriksaan lab urin tgl 3 Agustus 2004 :
§      Protein urin 25, normalnya negatif
§      Keton 15, normalnya negatif
§      Reduksi 1000, normalnya negatif
DM tipe II
¯
Defisiensi insulin
¯
Hiperglikemi
¯
Cairan di intrasel tertarik ke ekstra sel




 




















Resiko kekurangan cairan
3
DS :
-  
Glukosa tidak mampu masuk ke jaringan
¯
Glukosa terakumulasi di ekstrasel
¯
Dengan bantuan enzim aldose reduktase glukosa diubah dalam bentuk lain yaitu badan-badan sorbitol dan fruktosa
¯
Meningkatkan kekentalan darah
¯
Terbentuknya parut sehingga terjadi kekakuan pada pembuluh darah
¯
Terjadi penurunan sirkulasi darah ke perifer
¯
Jaringan perifer kekurangan suplay O2 dan nutrisi, termasuk sel-sel syaraf
¯
Metabolisme sel syaraf menurun
¯
Terjadi kerusakan pada fungsi syaraf perifer
¯
Penurunan sensasi  (baal-baal)
¯
Pengontrolan terhadap trauma mekanis, thermis dan kimia menurun
¯
Memudahkan terkena luka
¯
 
Klien mengatakan 2 minggu yang lalu telah terdapat luka tusuk di kaki kananya dekat kelingking namun tidak terasa oleh klien
-   Klien mengatakan 5 hari yang lalu terjadi luka terbuka baru di kaki kanannya akibat terbentur ujung tempat tidur
-   Klien mengatakan lukanya semakin lama semakin membesar dan bernanah
-   Klien mengatakan terasa nyeri pada lukanya
-   Klien mengatakan hari ini belum diganti balutan
DO :
-   Terdapat luka gangren pada punggung kaki kanan dengan ukuran 6 x 7 cm dan luka tusuk di telapak kaki kanan dekat kelingking dengan ukuran 1 x 1 cm
-   Keadaan luka tampak basah, kotor, bernanah, tercium bau tidak enak, terdapat jaringan nekrotik dan warna kulit di sekitar luka kemerahan
-   Klien mendapat therapi Ampicillin 1 x 4 dan Metronidazole 4 x 500 mg
-   Hasil lab tgl. 3 Agustus 2004 Hb 9,7 gr/dl,
-   Leukosit 12. 000 mm3,
-   Trombosit 155.000 mm3
-   Hematokrit 30 %
Defisiensi insulin



 


































¯
Gangren
¯

Integritas kulit terganggu


Gangguan integritas kulit

































4
DS :
-   Klien dan keluarga selalu meminta informasi yang lengkap tentang bagaimana perkembangan kondisi klien
-   Klien mengatakan tidak mau bila kakinya harus diamputasi
-   Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan tindakan amputasi yang belum tentu dilakukan
-   Keluarga klien mengatakan menolak bila klien harus diamputasi dan lebih baik dibawa pulang saja ke rumah
-   Klien mengatakan khawatir  karena telah meninggalkan anaknya yang baru berusia 4 tahun
DO :
-   Klien dan keluarga terlihat selalu bertanya tentang perkembangan  kondisinya
-   Ekspresi wajah klien terlihat murung
-   Klien bicara dengan nada yang lambat
-   TD 110/70 mmHg, Nadi 98 x/mnt, Respirasi 28 x/mnt, Suhu 36,6 oC
DM type II
¯
Merupakan penyakit kronis
¯
Informasi yang kurang mengenai program perawatan dan pengobatan tentang penyakitnya
¯
Ketidaktahuan keluarga tentang program perawatan dan pengobatan (tindakan amputasi)
¯
Stressor bagi klien
¯
Koping individu tidak efektif
¯
Timbul perasaan cemas
¯
Kebutuhan rasa aman terganggu

Gangguan rasa aman : cemas ringan

3.      Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
No
Diagnosa Keperawatan
Ditemukan
Dipecahkan
Tanggal
Paraf
Tanggal
Paraf
1
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d defisiensi insulin
9-8-2004



2
Resiko kekurangan cairan b.d diuresis osmotik
9-8-2004



3
Gangguan integritas kulit b.d perubahan pada sirkulasi dan kadar glukosa yang tinggi
9-8-2004



4
Gangguan rasa aman : cemas b.d ketidaktahuan keluarga tentang prosedur perawatan dan pengobatan
9-8-2004



 
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A.    KESIMPULAN

Hal yang paling penting dalam melakukan asuhan  keperawatan adalah pelayanan yang diberikan secara professional. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan kepada Ny.T dengan Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus + Gangren a.r Pedis Dextra selama 5 hari dari tanggal 9-13 Agustus 2004, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.       Klien dengan Diabetes Mellitus pada umumnya akan mengalami beberapa masalah keperawatan, antara lain : gangguan/perubahan dalam pemenuhan nutrisi, kelemahan fisik, resiko kekurangan cairan tubuh sampai terjadinya komplikasi berupa gangguan integritas kulit yang dimanifestasikan dengan adanya gangren pada daerah tubuh tertentu, khususnya area ekstremitas bawah.
2.       Sedangkan pada klien Ny.T yang penulis angkat sebagai kasus ini memiliki masalah keperawatan antara lain : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan, resiko kekurangan cairan, gangguan integritas kulit dan gangguan rasa aman cemas.
3.      
112
 
Kesulitan dalam tahap pengkajian dapat diatasi dengan cara mengumpulkan informasi tidak dari klien saja tetapi dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan klien
4.       Pada tahap perencanaan penulis merencanakan setiap tindakan yang telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien dengan mengacu kepada teori yang ada. Dalam proses pelaksanaan asuhan keperawatan, penulis tidak begitu banyak mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan oleh adanya kerjasama dan keterlibatan secara langsung dari klien dan keluarga selama proses tersebut, serta adanya data diagnostik yang mendukung untuk mengetahui perkembangan klien.
5.       Dalam evaluasi ada beberapa masalah keperawatan yang sudah dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Namun ada juga masalah keperawatan yang sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan belum dapat teratasi seluruhnya, yaitu masalah perubahan nutrisi dan masalah gangguan integritas kulit. Hal tersebut dikarenakan masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kondisi tubuh klien agar glukosa darahnya menjadi normal, serta proses penyembuhan luka yang akan memakan waktu yang lama pula.
6.       Penulis merasa tidak puas dengan tindakan yang sudah dilakukan selama 5 hari perawatan sehingga diluar hari kelima penulis melakukan kunjungan kepada klien karena masih dirawat di RS. Selama kunjungan klien masih terlihat masih suka memikirkan tentang tindakan amputasi sehingga penulis menyimpulkan bahwa ternyata memerlukan waktu yang lebih panjang untuk mengubah pola pikir klien  agar kecemasaanya berkurang. Hasil kunjungan memperlihatkan keberhasilan perawat dalam memberikan pengaruh psikologis kepada klien.

B.     REKOMENDASI

Selama proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal sampai akhir, saran penulis adalah bahwa setiap tindakan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien di Rumah Sakit khususnya, akan sangat memerlukan skill dan pengetahuan yang saling mendukung satu sama lain. Selain keterampilan dalam melakukan tindakan keperawatan, keterampilan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non verbal dalam mencari informasi yang diperlukan juga harus dikuasai oleh perawat. Tindakan untuk mengurangi kecemasan klien harus disertai dengan tingkat kepercayaan klien kepada perawat dan tidak hanya rasa tanggungjawab terhadap tugas, tapi rasa empatipun harus terlibat dalam tindakan komunikasi terapeutik, sehingga hal-hal yang disembunyikan oleh klien dapat terungkap karena tahap saling percaya   antara  perawat dan klien sudah terbina.





















DAFTAR PUSTAKA



Departemen Kesehatan RI. Paradigma Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. 1999

Doenges, Marylinne. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995

Effendi, Nasrul. Pengantar Proses Keperawatan.  Jakarta : EGC. 1995

Ganong, WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1992

Greenspan, Francis S. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC. 2000

Guyton, Arthur C dan Hall John. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997

Ignativius, Donna dan Marylinn Vomer.  Medical Surgical Nursing Approach. Philadelphia : WB. Saunders Company. 1991

Long, Barbara C.  Perawatan Medikal bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawtaan Bandung. 1996

Mansjoer, Arif. Kapita slektas Kedokteran.  Jakarta : Media Aesculapius. 1999

Nasution, Prof. Dr.  Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertai, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara. 1999

Noer, Saifulloh. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : Balai penerbit FKUI. 1996

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Buku 2. Jakarta : EGC. 1995

Smeltzer, Suzanne. C. Buku Ajar Keperawtaan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

www.yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar